TATA CARA DAN PROSEDUR MENGAJUKAN GUGATAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL KE PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
I.PENDAHULUAN.
Kebebasan berserikat,berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak Asasi setiap orang yang telah dijamin didalam Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 28E ayat (3),Perubahan Kedua UUD 1945 yang telah disahkan Pada Tanggal 18 Agustus 2000.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional Nomor 98 tentang Hak untuk berorganisasi dan berunding bersama pada tahun 1956 melalui Undang-Undang Nomor 18 tahun 1956,namun pada kenyataannya selama masa pemerintahan Orde lama dan Orde baru berlangsung, belum ada Undang-undang yang mengatur tentang Kebebasan Berserikat dan berkumpul,dan untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis pada prakteknya masih dikekang oleh pemerintah pada masa itu dimana Pekerja masih diperlakukan sebagai kelas tahta bawah dan objek yang di eksploitasi,namun pada era Reformasi berlangsung terjadi perubahan besar yang merupakan tonggak sejarah bagi Pekerja Seluruh Indonesia,dengan disahkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan,Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI),dan Peraturan Pemerintah yang dianggap tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini dirubah sehingga dapat mengikuti keadaan sekarang seperti Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelanggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang sampai saat ini telah mengalami perubahan yang ketujuh kali.
Undang-undang Nomor : 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan Tonggak Sejarah Upaya Reformasi Ketenaga Kerjaan yang dilakukan oleh Pemerintah dijaman orde Reformasi demi meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan kaum pekerja,serta perlindungan kaum pekerja dalam memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya,serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis ,dinamis, dan berkeadilan.
Namun dalam peraktek dilapangan tidak semua pihak Pengusaha bersedia menjalankan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan, yang secara suka rela dan ikhlas memberikan hak-hak pekerja walau sudah diatur didalam Undang-undang Ketenaga Kerjaan yang berlaku,karena kehadiran Serikat Pekerja sering kadang dianggap penghalang dalam mengirit atau memperkecil biaya pengeluaran Perusahaan,hal ini dikarenakan tujuan dari pengusaha adalah dengan modal yang sedikit mungkin, harus mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya,sehingga kebanyakan Pengusaha dalam mengambil kebijakan untuk memperkecil Biaya Pengeluaran Perusahaan hanya dengan mengurangi Pendapatan kaum Pekerja,dilain sisi pihak Serikat Pekerja yang sesuai dengan fungsinya untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya selalu berupaya untuk menambah pendapatan kaum pekerja demi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin hari semakin meningkat,dengan harapan tercapainya kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Padahal kebijakan Pengusaha yang seperti tersebut diatas adalah merupakan kebijakan yang salah yang kerap akan menimbulkan ketidak kondusifan didalam hubungan kerja,sehingga menimbulkan terganggunya ketenangan Kerja dan juga Ketenangan berusaha didalam perusahaan.
Bahwa didalam dua kepentingan yang berbeda tersebut agar terciptanya hubungan Industrial yang harmonis,dinamis dan berkeadilan,memang dibutuhkan seorang Pimpinan yang bijaksana baik dari kalangan Pengusaha maupun dari Serikat Pekerja,dimana pimpinan Perusahaan harus lebih memfokuskan kebijakan kepada Peningkatan produksi dari pada memikirkan mengurangi pendapatan pekerja,karena dengan meningkatnya Produksi akan otomatis mengurangi Cost/biaya pengeluaran perusahaan,tetapi apabila pendapatan pekerja yang dikurangi maka akan menimbulkan berkurangnya biaya hidup sehari-hari kaum pekerja,dan apabila biaya hidup sehari-hari pekerja tidak mencukupi,maka akan mengganggu konsentrasi pikiran dan ketenangan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya,karena harus berfikir mencari jalan bagaimana harus mencari tambahan agar dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga ,sementara harus tetap menjalankan kewajiban sebagai pekerja didalam perusahaan.
Disinilah kerap menimbulkan pikiran pekerja untuk berbuat yang negatif,seperti berbuat untuk mencuri dan perbuatan melanggar hukum lainnya,karena dipaksa oleh keadaan ekonomi,tetapi sebaliknya apabila kebutuhan hidup sehari-hari telah terpenuhi dari pendapatan bekerja di perusahaan,tentu ketenangan bekerja akan timbul karena tanpa dibebani pikiran lain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari lagi,dengan tercukupinya kebutuhan hidup para pekerja sehari-hari,jelas akan timbulnya ketenangan kerja,apabila ketenangan bekerja telah ada tentu semangat kerja akan timbul,dan apabila semangat kerja meningkat maka loyalitaspun akan turut menyertai,apabila loyalitas terhadap perusahaan sudah timbul maka pekerjapun akan merasa bahwa perusahaan tersebut juga merupakan miliknya yang perlu harus dirawat,dijaga dan dibesarkan demi kelangsungan Perusahaan, karena telah memberikan kecukupan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan keluarganya,maka dengan timbulnya ketenangan kerja,semangat kerja dan loyalitas terhadap perusahaan,maka akan jelas meningkatnya produktivitas kerja yang tentu akan meningkatkan hasil produksi Perusahaan. Dengan meningkatnya hasil Produksi Perusahaan sudah pasti mengurangi Cost atau biaya pengeluaran Perusahaan.
Untuk itu disinilah dibutuhkan peran dari Pimpinan Perusahaan yang bijaksana serta peran dari Pengurus /Pimpinan Serikat Pekerja,yang hubungan keduanya harus Komunikatif dan konsultatif didalam menjalankan kepentingan masing-masing,dimana Pengusaha dalam membuat kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi perusahaan dapat tercapai dengan baik,tetapi dipihak lain yaitu pekerja tidak merasa dirugikan atas kebijakan tersebut,begitu juga pihak Serikat Pekerja didalam menuntut Hak-hak dan kepentingannya dapat tercapai dan terpenuhi dengan baik, tetapi dilain pihak Pengusaha tidak merasa dirugikan atas permintaan dan tuntutan tersebut karena didukung dan diikuti oleh meningkatnya Produksi Perusahaan.
Memang untuk mencapai Hubungan Industrial yang harmonis,dinamis dan berkeadilan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan dan tidak semudah yang dibayangkan,tetapi pasti tidak ada yang lebih baik dari berusaha untuk mencapai hubungan yang harmonis,dinamis dan berkeadilan dengan cara menjalin komunikasi dan konsultasi yang baik antara Pengusaha dan Pekerja/Serikat Pekerja demi terciptanya ketenangan bekerja dan juga ketengan berusaha yang kondusif.
Untuk memberi kepastian Hukum tentang Hak-hak dan Kewajiban antara kaum Pekerja dan Pengusaha Pemerintah Mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Namun terkadang setelah semua usaha telah dilakukan tetapi Perselisihan Hubungan Industrial tidak terelakkan,yang kerap berujung terhadap pemutusan hubungan kerja sepihak oleh pengusaha terhadap pekerja,untuk itu para pekerja atau Serikat Pekerja perlu mengetahui tatacara mengangkat Perselisihan Hubungan Industrial melalui mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri yang ada diwilayah Hukum masing-masing daerah di Indonesia.
II.JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industrial dan pengertiannya dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat ( 1-5 ) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 UU NO.2 TAHUN 2004
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
2. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
4. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
5. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
III.PENGERTIAN DAN JENIS PERUNDINGAN
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.(Pasal 1 ayat (10) UU NO 2 Tahun 2004).
Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. (Pasal 1 ayat (11) UU NO 2 Tahun 2004).
Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. (Pasal 1 ayat (12) UU NO 2 Tahun 2004).
IV.SYARAT - SYARAT YANG HARUS DILALUI SEBELUM MENGAJUKAN GUGATAN
Sebelum mengajukan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial syarat/mekanisme yang harus dilewati atau dilakukan adalah :
1. Perundingan Bipartit
2. Perundingan Mediasi
Hal ini dijelaskan didalam Pasal 4 ayat (1,2) dan Pasal 83 ayat (1) UU No.2 Tahun 2004 sebagai berikut :
Pasal 4 ayat (1,2) UU No.2 Tahun 2004
1) Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
(2) Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
Didalam Pasal 83 ayat (1) UU No.2 Tahun 2004 berbunyi : “ Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi,maka Hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat “
Perundingan Bipartit yaitu Perundingan antara Pekerja/Serikat Pekerja dengan pihak Pengusaha,dan apabila tidak tercapai kesepakatan,kedua belah pihak membuat Risalah Perundingan, yang sekurang-kurangnya memuat sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 2 UU No.2 Tahun 2004.
a. Nama lengkap dan alamat para pihak; ( Pekerja dan Pengusaha )
b. Tanggal dan tempat perundingan ;
c. Pokok masalah atau alasan perselisihan ;
d. Pendapat para pihak ; (pekerja dan pihak pengusaha )
e. Kesimpulan dan hasil perundingan ;
f. Tanggal dan tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
Setelah dibuat Risalah perundingan Bipartit tersebut,maka yang merasa dirugikan melimpahkan permasalahannya kepada Dinas Tenaga kerja setempat untuk dilakukan Perundingan Mediasi.
Namun yang sering terjadi apabila telah terjadi perselisihan antara Pekerja/Serikat Pekerja dengan Pihak Pengusaha/Perusahaan adalah dengan segala cara Pihak Pengusaha selalu menghindar untuk melakukan Perundingan Bipartit,sehingga apabila itu yang terjadi maka langkah yang harus diambil oleh Pekerja/ Serikat Pekerja adalah dengan menyampaikan Surat Permohonan/Permintaan Perundingan tentang Perselisihan yang terjadi minimal 2 (dua) kali dalam tenggang 14 (empat belas ) hari kerja kepada Pihak Pengusaha/Perusahaan dan tembusannya disampaikan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat yang merupakan penanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan.
Dan bagaimana setelah memberikan surat 2 (dua) kali ternyata Pengusaha/Perusahaan tidak juga bersedia melakukan perundingan ? Dan
bagaimana usaha Pekerja/ Pengurus
Serikat Pekerja apabila Pihak Pengusaha seperti dibawah ini :
1. Tidak bersedia menerima
Surat Perundingan Bipartit, dan atau tidak mau menanda tangani tanda terima Surat Permintaan Perundingan
Bipartit yang disampaikan Pekerja/ Serikat
Pekerja.
2. Menerima Surat Permintaan
Perundingan Bipartit tetapi setelah memberikan surat 2 (dua) kali ternyata
Pengusaha/Perusahaan tidak juga bersedia melakukan perundingan ?
Maka langkah yang harus ditempuh oleh
pekerja/Serikat Pekerja adalah sebagai berikut :
1. Apabila alasannya
sebagaimana pada Nomor 1 (satu) diatas, maka Surat Permintaan Perundingan
Bipartit tersebut dikirimkan melalui kantor POS ( Surat Tercatat ), sehingga Pekerja/ Serikat Pekerja dapat mempunyai bukti telah melakukan Upaya perundingan
Bipartit, tetapi Pengusaha tidak bersedia menerima atau menanda tangani tanda
terima, sehingga tanda pengiriman dari Kantor POS tersebut telah dapat
dijadikan sebagai bukti telah melakukan Upaya perundingan Bipartit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 UU No.2 tahun 2004, yang dilampirkan dalam Surat
Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial yang disampaikan ke Dinas
Tenagakerja setempat.
2. Apabila alasannya
sebagaimana pada Nomor 2 (dua), maka Pengurus Serikat Pekerja telah dapat
mencatatkan Perselisihan tersebut dengan menyampaikan Surat Permohonan Pencatatan
Perselisihan Hubungan Industrial ke Dinas Tenagakerja setempat, karena telah
dianggap Gagal Perundingan, dengan melampirkan kedua surat permintaan
perundingan yang telah disampaikan kepada pengusaha/perusahaan tersebut, bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah
dilakukan dan untuk dilanjutkan penyelesaiannya melalui Mediasi.
Karena sesuai Pasal 137 UU No.13 Tahun 2003 beserta
Penjelasannya dan Pasal 3 ayat (3) UU No 2 Tahun 2004 serta Pasal 4 Kepmenakertrans No.232 tahun 2003, tindakan Pengusaha/Perusahaan yang tidak mau
melakukan Perundingan tersebut sudah merupakan Gagal Perundingan.
UU No.13 Tahun
2003
Pasal 137
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat
buruh dilakukan
secara sah, tertib,
dan damai sebagai
akibat gagalnya perundingan.
Penjelasan
Pasal 137
Yang dimaksud dengan
gagalnya perundingan dalam
pasal ini adalah tidak
tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan
perundingan atau perundingan
mengalami jalan buntu.
Pasal 3 UU No.2 Tahun 2004
(1) Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal
dimulainya perundingan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
salah satu pihak menolak untuk berunding
atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan
bipartit dianggap gagal.
Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 232 MEN 2003
Tentang Akibat
hukum mogok kerja yang tidak sah
Pasal 4
Gagalnya perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan
perundingan walaupun serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh telah meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja atau perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan.
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.( Pasal 10 UU No.2 Tahun 2004 )
Apabila dalam perundingan Mediasi juga tidak tercapai Kesepakatan maka Mediator dari dinas Tenaga Kerja setempat membuat Risalah Perundingan Mediasi yang biasa disebut dengan Anjuran dalam tenggang waktu 30 hari kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a,b,c , d dan Pasal 15 UU No.2 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut :
“Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka:
- a. mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
- b.anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
- c. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
- d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;( Pasal 13 ayat (2) huruf a,b,c dan d UU No.2 Tahun 2004 )”
Pasal 15 UU No 2 Tahun 2004 :
“Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).”
Setelah Mediator Dinas Tenaga kerja menyampaikan Anjuran kepada kedua belah pihak,yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri setempat diwilayah masing-masing.
V.KEWENANGAN
Pasal 56 UU No.2 Tahun 2004 berbunyi :
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutus :
a.
Di
tingkat pertama mengenai perselisihan hak ;
b.
Ditingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan ;
c.
Di
tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d. d. Ditingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar Serikat Pekerja/serikat buruh
dalam
satu satu perusahaan.
VI. PENGGUGAT
Penggugat adalah setiap Pekerja/Serikat Pekerja dan Pengusaha/Organisasi Pengusaha yang merasa hak dan kepentingannya dirugikan akibat adanya perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Kelebihan dari Undang-undang No 2 Tahun 2004 adalah tersebut didalam Pasal 58 dan Pasal 87 sebagai berikut :
Pasal 58 berbunyi “Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 87 berbunyi “ Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai Kuasa Hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya “
Berdasarkan Pasal 58 dan 87 UU No.2 Tahun 2004 tersebut diatas,dalam beracara didalam Pengadilan Hubungan Industrial tidak dikenakan biaya selagi jumlah Gugatannya dibawah Rp.150.000.000,- (Seratus lima puluh juta rupiah ) dan yang beracara didalam Pengadilan Hubungan Industrial bukan hanya Pengacara/Advokat yang boleh sebagai Kuasa hukum dari pekerja,tetapi Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha juga dapat bertindak sebagai Kuasa Hukum mewakili anggotanya.
Dan yang perlu di perhatikan oleh Serikat Pekerja adalah apabila yang melakukan gugatan lebih dari satu orang,atau bahkan puluhan atau ratusan orang,untuk mengirit atau memperkecil biaya maka dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan Kuasa Khusus kepada Pengurus Serikat Pekerja yang akan menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana diatur dalam Pasal 84 UU No.2 Tahun 2004 sebagai berikut “Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus.”
Namun sebelum membuat Surat Gugatan juga perlu diperhatikan Surat gugatan yang Pengurus Serikat Pekerjanya turut sebagai penggugat dan juga merupakan sebagai kuasa Hukum karena tidak sama dengan surat gugatan yang Pengurus Serikat Pekerjanya hanya bertindak selaku Kuasa Hukum dari anggotanya saja.
Apabila Pengurus Serikat Pekerja menjadi kuasa hukum dari anggotanya dan juga turut sebagai penggugat,maka nama Pengurus Serikat Pekerja tersebut harus dimasukkan didalam Surat Kuasa sebagai Pemberi Kuasa dan Juga Penerima Kuasa,sedangkan didalam surat gugatan selain dimasukkan juga namanya sebagai penggugat harus dijelaskan juga bahwa Pengurus Serikat Pekerja Tersebut bertindak atas diri sendiri sebagai Pekerja di perusahaan dan sebagai Pengurus Serikat Pekerja bertindak mewakili anggotanya sebanyak orang/anggota yang memberikan kuasa kepadanya.
Hal ini penting karena kebanyakan Para Pengurus Serikat Pekerja bukanlah seorang Ahli Hukum ataupun Sarjana Hukum yang merupakan Advokat,karena UU No.2 Tahun 2004 tidak menjelaskan secara rinci tentang membuat surat gugatan,karena hukum acara yang berlaku di Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan pradilan umum,sehingga kebanyakan kawan-kawan para Pengurus Serikat Pekerja tentu belum mengetahui secara Peraktek didalam menyusun dan membuat sebuah gugatan serta Surat Kuasa Khusus didalam melakukan sebuah Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Karena apabila salah dalam membuat surat gugatan,bisa berakibat terpaksa harus membuat dua surat gugatan terhadap satu permasyalahan ,yang seharusnya dapat dilakukan dalam satu gugatan,sehingga disamping harus menambah biaya juga memakan waktu lebih lama, karena khusus para Pengurus Serikat Pekerja boleh sebagai Penggugat merangkap Kuasa Hukum didalam beracara di Pengadilan Hubungan Industrial.
Sebelum menyampaikan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial ( PHI ) terlebih dahulu harus Membuat Surat Kuasa Khusus dari Pekerja yang berselisih kepada Pengurus Serikat Pekerja ,dan Surat Kuasa tersebut yang akan disampaikan kepada Pengadilan Hubungan Industrial sebagai syarat atau bukti bahwa Pekerja telah memberikan Kuasa kepada Pengurus Serikat Pekerja untuk mewakili dirinya dalam menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial dan Surat Kuasa Tersebut dibuat Dalam Rangkap 4 ( Empat ).
VII. HUKUM ACARA
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan Pengadilan Khusus yang berada pada lingkungan pradilan umum,dan Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial dijelaskan dalam Pasal 57 UU NO.2 Tahun 2004 sebagai berikut :
“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.”
Adapun secara ringkas prosedur berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Pengajuan Gugatan
· Ditulis dalam bahasa Indonesia
· Mencantumkan Tempat dimana surat permohonan gugatan dibuat.
· Mencantumkan tanggal pembuatan surat gugatan
· Diajukan dalam 8 (Delapan ) Sebagian PHI ada yang minta hanya 6 (Rnam) Rangkap
· Jenis Perkara (Persilisihan Hak/Perselisihan PHK,Perselisihan Kepentingan atau Antar SP )
· Ditanda tangani oleh Penggugat/Kuasa Hukumnya diatas Meterai Rp.6.000,-( enam ribu rupiah)
· Identitas Para Pihak yang berperkara
· Identitas Kuasa hukum apabila Menggunakan Kuasa Hukum
· Posita (Dalil-dalil yang digunakan dalam surat gugatan yang merupakan dasar atau alasan dari adanya suatu tuntutan dari pihak Penggugat),tentang Objek Perkara,Fakta Hukum,Kualifikasi Perbuatan tergugat,Uraian kerugian,serta bunga dan Denda atas perbuatan Tergugat.
· Petitum ( Tuntutan pokok dari Penggugat yang dimohonkan oleh Penggugat kepada Ketua Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri agar Tergugat dihukum sesuai dengan Petitum,yang diajukan oleh Penggugat.
2. Pendaftaran
· Surat Kuasa Rangkap 4 (empat) dan Surat gugatan Rangkap 8 (delapan) didaftarkan di Panitera Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri diwilayah Hukum masing-masing Penggugat ; ( Surat Kuasa Perlu apabila menggunakan Kuasa Hukum)
· Surat Gugatan harus dilampiri Anjuran ( Risalah Penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi)
· Registrasi sesuai dengan Perkara
· Apabila Jumlah Gugatan diatas Rp.150.000.000,- ( Seratus Lima Puluh Juta rupiah),maka Biaya Ongkos Perkara ditanggung oleh Penggugat dan terlebih dahulu membayar Panjar Ongkos Biaya Perkara kepada Panitera Pengadilan Negeri,dengan membawa Surat Kuasa dan Surat Gugatan tersebut,dan setelah diberikan oleh Panitera Formulir setoran Bank dan Jumlah biaya Perkara yang harus dibayar kemudian disetorkan ke Rekening Bank Pengadilan Negeri tersebut,dan bukti setorannya dibawa/diserahkan kembali kepengadilan Negeri tersebut sebagai bukti bahwa Penggugat telah membayar Ongkos Biaya Perkara,lembar Pertama bukti setoran tersebut untuk Pengadilan dan Lembar kedua untuk Penggugat.
· Apabila Jumlah Gugatan dibawah Rp.150.000.000,- ( Seratus Lima Puluh Juta rupiah),maka Biaya Ongkos Perkara ditanggung oleh Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU Nomor 2 Tahun 2004 yang tersebut diatas.
· Setelah membayar Ongkos Biaya Perkara,bukti pembayarannya dibawa ke Panitera Pengadilan Hubungan Industrial untuk untuk mendapatkan Nomor Registrasi Perkara.
· 7 (Tujuh) hari kerja setelah menerima gugatan,Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis Hakim,satu orang Hakim Ketua dan dan dua orang Hakim Ad-Hoc,satu hakim Ad-Hoc yang Pengangkatannya diusulkan Serikat Pekerja dan Satu hakim Ad-Hoc yang Pengangkatannya diusulkan organisasi Pengusaha. (Pasal 88 ayat (1,2) UU No.2 Tahun 2004)
· Pemanggilan Sidang kepada Para Pihak.
· 7 (Tujuh) hari kerja setelah Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis Hakim,maka Ketua Majelis hakim harus sudah melakukan sidang Pertama.( Pasal 89 ayat (1) UU No.2 Tahun 2004)
3. Pemeriksaan Prapersidangan /syarat-syarat Formil
· Sebelum Pemeriksaan Pokok Perkara oleh Majelis Hakim,maka terlebih dahulu majelis Hakim memeriksa gugatan dan syarat-syarat formil dari Penggugat,apabila terdapat kekurangan maka Hakim meminta untuk menyempurnakan Gugatan dan melengkapi kekurangan syarat-syarat yang dimaksud.
· Syarat-syarat Formil yang harus dilengkapi oleh Pekerja/Serikat Pekerja apabila menggunakan Pengurus Serikat Pekerja sebagai Kuasa Hukum dari Pekerja/Penggugat adalah :
Ø Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pengurus Organisasi dari Perangkat Organisasi Pekerja yang bersangkutan.
Ø Kartu Tanda Anggota Serikat Pekerja yang bersangkutan.( Penggugat/Pekerja dan Pengurus Serikat Pekerja yang menjadi Kuasa Hukumnya)
Ø Bukti Pencatatan Serikat Pekerja dari Dinas Tenaga Kerja sesuai Perangkat Organisasi yang bersangkutan. (Pengurus Serikat Pekerja didalam Perusahaan,Pengurus Cabang ditingkat Kabupaten/Kota dan selanjutnya)
Ø Surat Kuasa Khusus yang asli sebagaimana yang didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial.
4. Pemeriksaan Persidangan
· Pembacaan Gugatan
Setelah kedua belah pihak hadir pada persidangan yang ditetapkan,maka Majelis Hakim membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum,dan selanjutnya Majelis Hakim memberi Nasehat dan menganjurkan terlebih dahulu agar kedua belah pihak melakukan Perdamaian.
Apabila kedua belah Pihak tetap pada pendiriannya untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan melalui Majelis Hakim,maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan Pembacaan Gugatan oleh Penggugat,namun dalam prakteknya pembacaan gugatan jarang dilakukan apabila kedua belah pihak sepakat bahwa Gugatan dianggap telah dibacakan.
· Penyampaian Jawaban
Jawaban dari Tergugat merupakan bantahan-bantahan atas gugatan dari Penggugat,yang bertujuan meyakinkan Majelis Hakim bahwa apa yang dituduhkan atau yang digugat oleh Penggugat kepada Tergugat adalah tidak benar sehingga dalil-dalil gugatan dari penggugat tidak dapat diterima atau gugatannya ditolak.
· Penyampaian Replik
Replik merupakan jawaban balasan Penggugat terhadap jawaban Tergugat yang isinya bantahan-bantahan atas dalil-dalil jawaban dari Tergugat sehingga Gugatan semakin Kuat dan dapat diterima oleh Majelis Hakim.Yang perlu harus diingat dalam jawab menjawab didalam perkara disidang Pengadilan adalah setiap yang dianggap tidak benar harus dibantah,karena apabila dalil Jawaban Tergugat tidak dibantah maka Dalil tersebut dianggap benar oleh Majelis Hakim,maka gugatan penggugat yang menjadi lemah bahkan tidak dapat diterima atau gugatan ditolak.
· Penyampaian Duplik
Duplik adalah jawaban kedua dari Tergugat yang merupakan bantahan-bantahan atas Replik dari Penggugat yang bertujuan menguatkan Jawaban Tergugat agar gugatan Penggugat tidak diterima atau ditolak oleh Majelis Hakim.
· Pembuktian
Pembuktian adalah Penyajian alat-alat bukti yang sah menurut Hukum kepada Majelis hakim yang memeriksa suatu Perkara yang bertujuan untuk meyakinkan Hakim tentang suatu peristiwa atas dalil-dalil yang diutarakan didalam Gugatan Penggugat maupun didalam Jawaban Tergugat.
Bahwa didalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tidak dijelaskan secara jelas tentang Pembuktian,namun sesuai yang dijelaskan dalam Pasal 57 UU NO.2 Tahun 2004 bahwa Hukum Acara yang berlaku didalam Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata sebagaimana yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,sehingga segala yang tidak diatur secara Khusus di UU Nomor 2 Tahun 2004 ,maka yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata.
Penyajian alat bukti yang biasa didalam Persidangan ada dua jenis alat Bukti yang merupakan berpengaruh dan bersifat menentukan terhadap kebenaran suatu Peristiwa yaitu :
1) Bukti Surat
Sebelum menyampaikan bukti surat kepada Majelis Hakim,yang harus dilakukan terlebih dahulu agar Bukti surat tersebut diterima dipersidangan adalah seluruh Bukti Surat yang akan dijadikan alat bukti di hadapan Majelis Hakim, terlebih dahulu harus dilegalisir di Kantor Pos setelah setiap bukti Surat tersebut ditempeli Materai Rp.6.000,- (enam ribu rupiah ),melegalisir Bukti Surat tersebut lebih baik dilakukan sebelum tanggal hari sidang yang ditentukan .
2) Keterangan Saksi
Keterangan Saksi adalah keterangan seseorang yang disampaikan secara lisan didepan Hakim pada persidangan tentang apa yang telah dilihat,didengar atau dialami sendiri terhadap suatu peristiwa atau kejadian.
Sebelum Saksi diperiksa oleh hakim,maka saksi tersebut harus terlebih dahulu di Sumpah sesuai dengan kepercayaan Masing-masing,karena keterangan seorang saksi yang tidak disumpah tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.
· Kesimpulan / Konklusi
Setelah Proses Pembuktian dilakukan,maka Hakim menanyakan kepada kedua belah pihak apakah masih menambah alat bukti atau tidak,dan apabila proses pembuktian sudah selesai maka Hakim memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menyampaikan Kesimpulan atau Konklusi yang bertujuan untuk menyampaikan pendapat para pihak,baik Penggugat maupun Tergugat tentang terbukti tidaknya suatu gugatan berdasarkan alat bukti,sudut pandang,dan kepentingan masing-masing pihak,sehingga dengan adanya Kesimpulan/Konklusi ini dapat mempermudah Hakim dalam mengambil keputusan terhadap perkara yang sedang diperiksa dipersidangan.
5. Putusan
Pengambilan Putusan oleh Majelis Hakim Dalam Pengadilan Hubungan Industrial diatur dalam Pasal 100 s/d 104 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sebagai berikut :
Pasal 100
“Dalam mengambil putusan,Majelis Hakim mempertimbangkan hukum,perjanjian yang ada,kebiasaan,dan keadilan.”
Pasal 101
1. Putusan Mejelis Hakim dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum.
2. Dalam hal salah satu pihak tidak hadir dalam sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Majelis Hakim memerintahkan kepada Panitera Pengganti untuk menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir tersebut.
3. Putusan Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai putusan Pengadilan Hubungan Industrial.
4. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 102
1) Putusan Pengadilan harus memuat:
a. kepala putusan berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ;
b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
c. ringkasan pemohon/penggugat dan jawabatan termohon/tergugat yang jelas;
d. pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang diajukan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa;
g. hari, tanggal putusan, nama Hakim, Hakim Ad-Hoc yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
2) Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menyebabkan batalnya putusan Pengadilan Hubungan Industrial.
Pasal 103
Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama.
Pasal 104
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera Pengganti.
Namun walau sudah diatur dalam Pasal 103 UU NO.2 Tahun 2004 bahwa Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial selambat-lambatnya 50 ( lima puluh ) hari sejak sidang pertama, tetapi dalam praktek dilapangan waktu yang sedemikian jarang sekali terealisasi, melainkan hampir tidak pernah terlealisasi, hal ini dikarenakan tidak adanya itikad baik dari masing-masing pihak dalam menyelesaikan Perselisihan hubungan industrial secara baik, dan khususnya dari pihak Tergugat selalu berusaha mengulur waktu, sekali datang kadang dua kali tidak hadir dan sebagainya.
PENUTUP
Demikian tata cara Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial mulai dari Perundingan Bipartit, Mediasi dan Pengadilan
Hubungan Industrial secara ringkas sesuai UU No.2 Tahun 2004
Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, mudah-mudahan tulisan yang singkat dan
sederhana ini dapat bermanfaat bagi Seluruh Pembaca, serta Pekerja / Pengurus Serikat Pekerja dimana pun
berada.
TERIMA KASIH
SALAM PEKERJA
Ini yang ku cari boss, trims ya...............!
BalasHapusSama-sama Pak.
HapusSama-sama Pak.
HapusTerima kasih, sangat bermanfaat. Salam buruh
BalasHapusOk Pak, sama-sama.
HapusBapak harus mempertanyakannya lagi ke Disnaker, karena waktu Mediasi hanya selama 30 Hari Kerja, bila belum ada juga jawaban Pastinya kapan Sidang Mediasi, maka bapak bawa Surat Tanda terima, dan tanyakan pada Nama yang menerima kepada Siapa surat tersebut diberikan, lalu telusuri surat tersebut dimana berhentinya, atau langsung bapak tanyakan kepada kepala danas Tenagakerja Setempat.
BalasHapusBila alasan Disnaker Suratnya Hilang, atau tidak Jumpa, bapak harus memasukkan kembali Surat Permintaan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial II, dan Tolong diingat Bapak Jangan Bosan untuk menanyakan ke Disnaker, harus lebih bosan yang di tanya, dari pada kita yang menanya, karena kadang ada Oknum Disnakernya yang mempunyai Kepentingan dengan pihak Pengusaha, yang sengaja mengulur waktu bahkan menghilangkan berkas, untuk itu harus tetap meminta tanda terima.
Salam
BalasHapuspak apa yang saya lakukan terhadap perusahaan karena saya merasa dizalimi oleh perusahaan.
saya di phk secara sepihak.
saya bekerja setahun 2 bln, awal masuk kerja minta dibuatkan perjanjian kerja tp tidak kunjung dibuat akhirnya saling percaya saja.
kmudian hari sy telah melakukan pekerjaan diluar pekerjaan saya dan teman2 sy lakukan diluar jam kerja. Begitu perusahan tau dengan kegiatan sy tersebut saya di phk pada 4 desember 2015 oleh perusahan tanpa ada peringatan dan musyawarah dulu, dengan tuduhan menyalahgunakan wewenang itupun melalui email tanpa konfirmasi.
Sampai saat ini gaji bulan nopember uang makan dan uang saya pribadi yang saya minta blm juga dibayarkan, apalagi mengenai pesangon dan lain2. Apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan hak saya pak? Mohon pencerahanya. Trimakasih.
Salam Juga,
HapusPada dasarnya PHK dapat dilakukan oleh Perusahaan setelah mendapat Izin dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang sekarang adalah Pengadilan Hubungan Industrial( PHI ), apabila PHK tanpa melalui PHI itu namanya PHK Sepihak, apabila Pekerjaan yang kamu lakukan melanggar Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan, maka PHK dapat dilakukan setelah terlebih dahulu diberikan Surat Peringatan ( Pasal 161 UU No.13 Thn 2003), dan apabila yang dilakukan pekerjaan yang berhubungan dengan Tindak Pidana, PHK hanya dapat dilakukan Perusahaan setelah ada Putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan Bapak/Sdr/Sdri dinyatakan Bersalah, apabila itu tidak ada, maka langkah yang harus dilakukan dengan melaporkan atau mencatatkan perselisihan tersebut secara tertulis ke Dinas Tenaga Kerja setempat untuk mendapatkan penyelesaian dengan melakukan Perundingan Mediasi, tatacaranya silakan dilihat dalam tulisan diatas. Terima Kasih.
saya mau tanya pak
BalasHapusbisakah PB (persetujuan bersama ) di batalkan apabila di dlm kesepakatan ada point point yg di abaikan oleh perusahaan
contoh: saya harus mendapatkan uang pesangon,uang penghargaan masa kerja setelah di potong hutang dang potongan potongan lain di sepakati berjumlah rp.180 juta tetapi hanya 75 juta saja yg di transfer sementara ada di terangkan bahwa pembayaran akan di lakukan paling lama 21 hari sekarang sdh 6 bulan
terima kasih
Yth Bapak Indra jaya, PB atau Perjanjian Bersama yang dibuat secara tertulis menjadi Hukum yang para pembuatnya, jadi hanya dapat dibatalkan atas kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuatnya, memang seharusnya Perjanjian Bersama tersebut didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial, sehingga apabila ada yang ingkar tidak perlu lagi diperselisihkan, dengan didaftarnya di Pengadilan Hubungan Industrial apabila salah satu pihak tidak menjalankannya, yang merasa dirugikan dapat meminta kepada Pengadilan agar Perjanjian Bersama tersebut untuk dijalankan atau di dilakukan Eksekusi, apabila Perjanjian Bersama tersebut tidak didaftarkan ke PHI, maka langkah yang bapak tempuh harus mengadukannya ke Pegawai Pengawas Dinas Tenaga Kerja setempat, agar dilakukan Pemeriksaan atas Pelanggaran Perjanjian tersebut.Demikian penjelasannya Pak Indra.terima Kasih.
BalasHapusterima kasih
HapusSalam
BalasHapusApabila dalam pembuatan gugatan di PHI ada kesalahan tulis penanggalan yang mana awal kejadian bisa saya sebut tahun 2015 dan akibat kejadian 2014 ( terbalik ), dan oleh Tergugat di dalam Jawaban Eksepsi menyatakan gugatan kabur, agar majelis hakim menolak gugatan. Yang mau saya tanyakan apakah bisa dilakukan Renvoi atau perbaikan gugatan yg disampaikan dalam Replik, tks sobat
Salam Juga Pak Baskara Seno,
BalasHapusSebenarnya Perbaikan Gugatan dilakukan dan diserahkan sebelum Tergugat memberikan Jawaban ( Eksepsi, Jawaban dan Arau Gugatan Rekonvensi), tepatnya pada saat Majelis Hakim menawarkan dan menanyakan " Apakah ada Perubahan Gugatan dan apakah Gugatan akan dibacakan atau dianggap dibacakan " Contohnya :
( CONTOH SURAT PERBAIKAN GUGATAN)
Pekanbaru, 05 Januari 2016
Kepada Yth :
Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru
Di Pekanbaru
Prihal : Perbaikan Gugatan Perkara Nomor : 26/Pdt.Sus/2015/PHI.PBR
Dengan hormat,
Bersama ini kami sampaikan Perbaikan Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Perkara Nomor : 26/Pdr.Sus/2015/PHI.PBR sebagai berikut :
Halaman 1 (satu),pada Alinea pertama tertulis :
Sumarno adalah Pengurus Unit Kerja SPPP-SPSI PT. Perdana Nusa Bakti bertindak sebagai Pengurus Serikat Pekerja mewakili anggotanya sebanyak 338 Orang.
Seharusnya ( diperbaiki ) menjadi :
Sumarno adalah Pengurus Unit Kerja SPPP-SPSI PT. Perdana Nusa Bakti bertindak untuk diri sendiri sebagai pekerja PT. Perdana Nusa Bakti dan sebagai Pengurus Serikat Pekerja mewakili anggotanya sebanyak 337 orang.
Halaman 6 Poin 6 tertulis :
Para Penggugat di Putuskan Hubungan Kerjanya oleh Tergugat pada tanggal 30 Agustus 2014, sesuai dengan Surat Tergugat Nomor : 23/PHK/ PNB/VIII/2015.
Seharusnya ( diperbaiki ) menjadi :
Para Penggugat di Putuskan Hubungan Kerjanya oleh Tergugat pada tanggal 30 Agustus 2015, sesuai dengan Surat Tergugat Nomor : 23/PHK/ PNB/VIII/2015.
3. Halaman 26 Pada Petitum Nomor 4 tertulis.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar Upah Sebelum Putusan PHI ditetapkan Bulan Oktober 2013 s/d November 2015, Uang Pesangon,
Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak dan seluruh Hak-Hak Penggugat sebesar ;
Seharusnya ( diperbaiki ) menjadi :
4. Menghukum Tergugat untuk membayar Upah Sebelum Putusan PHI ditetapkan Bulan Oktober 2014 s/d November 2015, Uang Pesangon,
Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak dan seluruh Hak-Hak Penggugat sebesar ;
Demikianlah Perubahan dan Perbaikan Gugatan ini kami sampaikan, atas perhatian yang terhormat Ketua dan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini secara arif dan bijaksana kami ucapkan terima kasih.
Pekanbaru, 05 Januari 2016
Hormat Kami,
Para Penggugat
Kuasanya,
( SUMARNO )
Bahwa karena Tergugat telah mengajukan Eksepsi dan Jawaban, maka Perbaikan Gugatan tidak dapat dilakukan didalam Replik, namun solusinya Bapak lebih baik mengakui terjadi kesalahan dalam pengetikan kata, contoh :
Benar pada halaman ..... alenea .... terjadi kesalahan pengetikan kata (angka) dimana tertulis .......... dan yang seharusnya adalah ............, namun karena kesalahan pengetikan tersebut bukan dalam bentuk kalimat, melainkan dalam bentuk kata ( Angka ), sehingga kesalahan pengetikan tersebut tidak mengubah arti ataupun makna dari gugatan, oleh karenanya Eksepsi Tergugat tersebut harus ditolak dan dikesampingkan.
Demikian Pak tanggapan dan solusinya.
Terima Kasih.
Keren banget ini pak tulisannya...sangat bermanfaat buat banyak orang...termasuk saya yang sedang mengalami masalah hubungan industrial...salam buruh
BalasHapusTerima Kasih kembali Pak, semoga tulisan yang singkat dan sederhana ini bermanfaat bagi kawan-kawan Pekerja/Serikat Pekerja.
BalasHapusApakah saksi dari tergugat dalam hal ini perusahaan dapat mengajukan saksinya adalah karyawan perusahaan tersebut untuk menguatkan dalil dalil dan bukti surat tergugat?
BalasHapusKarena saya pernah mengajukan saksi karyawan perusahaan, namun di eksepsi penggugat dan eksepsi penggugat itu diterima oleh majelis hakim.
Terima kasih.
Boleh Pak asal yang menjadi Saksi tersebut tidak termasuk salah satu yang tertera dibawah ini, karena yang tidak boleh menjadi Saksi Menurut pasal 145 HIR, adalah:
BalasHapus1. keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lulus, kecuali dalam perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan menurut hukum perdata atau tentang sesuatu perjanjian pekerjaan;
2. istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
3. anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya 15 tahun;
4. orang gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang.
Dan Eksepsi biasanya dilakukan oleh Tergugat didalam jawabannya atas Gugatan Penggugat, dan yang terjadi terhadap Pak Risky berarti Saksi yang bapak ajukan ditolak oleh Perusahaan, dan baik Penggugat maupun Tergugat dapat menolak saksi yang diajukan oleh Pihak Lawan apabila diduga saksi tersebut tidak dapat bersaksi secara adil dan jujur.
Umpamanya : Bila seorang Manager melakukan PHK terhadap Pekerja dan didalam Surat PHK jelas Manager tersebut yang menanda tangani, maka Pekerja tersebut dapat menolak apabila ternyata Manager tersebut dijadikan saksi oleh Perusahaan, karena manager tersebut sudah merupakan salah satu Tergugat, dan sudah pasti tidak akan memberikan kesaksian yang adil dan jujur.
Demikian pak penjelasannya.
Selamat pagi..
BalasHapusJikalau ada pekerja yg di gaji oleh beberapa perusahaan, apakah pekerja tsb mempunyai hak utk melayangkan surat ke PHI ttg kasusnya ini pak ?
Terima kasih
Pertanyaannya sebenarnya kurang jelas, tapi bila maksudnya upah yg di bayarkan dibawah ketentuan upah minimum, maka pekerja dapat membuat surat Pengaduan ke Pegawai Pengawas Disnaker setempat karena itu pelanggaran, bukan ke PHI.
HapusSelamat siang pa
BalasHapusSaya 3 thn bkrja di perusahaan,selama bkrja saya tidak pernah menandatangani surat perjanjian kerja...namun 10 hari sblm saya di keluarkan,saya di suruh tanda tangan,dari kntrak pertama selama 1 thn,dan kntrak ke 2 slma 2 tahun,jadi total 3 thn...tp di kntrak trsebut tertulis bahwa perjanjian krja ini di tandatangani oleh ke dua belah pihak per februari 2013 di kntrak pertama dan februari 2014 di kntrak ke 2...
Karena udh lewat tahun jadi saya memberanikan untuk tangan,dan saya kasih tanggal dan tahun di atas tanda tangan trsebut per thn 2016 kemudian saya fhto copy perjanjian kerja tsbt .
Yang saya tanyakan ,apakah saya masih bisa mendapatkan hak saya selama 3 thn saya bekerja di perusahaan trsbt?
Saya sbagai penunjang produksi,yaitu sbgai operator forklift di prshaan trsbt,dan pkwt yang di buat adalah langsung antara pekerja dgn perusahaan,dan pekerjaan ini bkan bersifat borongan...dan yg di lakukan perusahaan kpd saya adalah phk sepihak,untuk itu bisakah saya mndptkan hak saya/pesangon selama saya bkrja selama 3thn di perusahaan trsbt?karena perusahaan hanya mem phk saya tanpa adanya pesangon
HapusBapak Sony Setiadi yth :
HapusApabila bapak Operator Forklif berarti kerjanya lebih dari 21 Hari dalam Sebulan dan telah berturut-turut lebih dari 3 bulan dan bahkan selama tiga tahun, dan hubungan kerja antara bapak dengan Perusahaan sdh pasti demi hukum berubah dari PKWT menjadi PKWTT, karena bukan dierahkan kepada Perusahaan penyedia jasa tenaga kerja atau Perusahaan Pemborong pekerjaan.
Maka yang bapak lakukan menyampaikan Surat Permintaan Perundingan Bipartit, terserah mau apa hasilnya, dan setelah ada Risalah Perundingan Bipartit maka Bapak buat Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan hubungan industrial Ke Disnaker setempat agar dilakukan Perundingan Mediasi. Dan setelah nanti keluar Anjuran bila isinya tak menguntungkan Bapak, atau Pihak Perusahaan menolak Anjuran maka dapat di Gugat di Pengadilan Hubungan Industrial.
Demikian Penjelasannya Pak.
Terima Kasih
Salam pak.saya mau tanya pak, saya bekerja disalah satu perusahaan berdasarkan surat perjanjian KONTRAK,nAH dipertengahan jalan saya diPHK pada bulan april 2011 dan kemudian saya laporkan hal tsb kepada pihak disnaker dan hasil dari laporan tsb pihak disnaker menerbitkan surat anjuran bahwa sisa kontrak saya yang masih berjalan supaya dibayarkan oleh perusahaan namun anjuran tsb perusahaan tdk melaksanakannya sampai saat ini,yg mau saya tanya apabila saya gugat ke PHI berdasarkan anjuran tsb apakah masih berlaku kasus tsb?...(2) apabila saya gugat upah dari tahun saya diphk tsb bisa digugat sesuai pasal 99:1,156:2,3,4 a,b,163:2 serta peraturan gubernur dari tahun 2011 sampai tahun 2016 ini?....dan apabila majis hakim menolak apa yang harus saya lakukan?......terimakasih atas saran dan masukannya" SALAM BURUH"
BalasHapusSalam Juga Pak Gea,
HapusSesuai dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No.2 tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan bahwa dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat, jadi jelas Bapak berhak melanjutkannya ke PHI dan Anjuran tersebut masih berlaku.
Dan Pertanyaan Bapak yang kedua, bila Upah yang dibayarkan oleh Perusahaan ternyata dibawah ketentuan Upah Minimum sesuai Peraturan Gubernur maka hal itu merupakan sebuah pelanggaran, dan seharusnya Bapak harus membuat Pengaduan ke Pegawai Pengawas Disnaker setempat agar dilakukan Pemeriksaan dan Penetapannya, dan seharusnya bukan ranah Perselisihan melainkan Pelanggaran, soal dapat digugat atau tidaknya ya tentu bisa di Gugat, namun soal ditolak atau tidak itu kewenangan Majelis Hakim yang akan dipertimbangkan dalam Sidang di Pengadilan.
Namun perlu Bapak ketahui, apabila waktu Sidang Mediasi masalah upah tidak menjadi salah satu hal yang diperselisihkan dengan artian yang bapak perselisihkan hanya masalah Pemutusan Kontrak yang tidak sesuai Perjanjian ( sisa Kontrak ), maka kemungkinan besar bila Bapak Gugat masalah Upah akan ditolak oleh Hakim, karena dianggap masalah tersebut belum di Mediasi.
Hal itu diatur dalam Pasal 83 ayat (1) UU No.2 tahun 2004 yang menyebutkan "Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat"
Dan apabila Gugatan Bapak terdiri dari Masalah Sisa Kontrak dan Upah, sedangkan dalam Perundingan Mediasi yang menjadi Pokok perselisihan hanya masalah Sisa kontrak dan tidak membahas masalah upah, maka dengan adanya ANJURAN tersebut, Hakim tidak akan mengembalikan Gugatan Bapak, tetapi kemungkinan Besar tidak akan menyetujui Gugatan Bapak tentang Upah, karena dianggap belum pernah dilakukan Perundingan Bipartit dan Mediasi tentang Upahnya.
Dan Pertanyaan Bapak masalah bila Hakim menolak, maka Bapak dapat melakukan Upaya Hukum Kasasi ke Mahkamah Agung.
Demikian Pak Gea Penjelasannya.
Pak bisa tolong dikirimkan contoh surat pengaduan ke PHI, terima kasih+++
BalasHapusUntuk pengaduan harus didampingi oleh SPPI sebagai advokasi ya pak, bagaimana jika SPPI tidak mengerti dan kurang peduli apakah bisa gugatan dilakukan sendiri oleh pekerja? tks.
BalasHapusPak jack Martin : Apabila Pengurus Organisasi SPPI yang Bapak ikuti tidak mengerti atau tidak peduli terhadap permasalahan Bapak selaku anggotanya, maka Bapak sendiri dapat melakukannya tanpa harus didampingi oleh Pengurus Otganisasi, namun sebelum mengajukan Gugatan ke Pengadilan, Bapak harus terlebih dahulu melakukan Perundingan Bipartit dan Mediasi di Disnaker setempat untuk mendapatkan Risalah Perundingan Mediasi ataupun Anjuran. Demikian Pak Penjelasannya.
Hapuspak boleh minta contoh surat gugatan ke pengadilan PHI bila tanpa organisasi SPPI atau lainnya. dengan kata lain saya sendiri yang melapor
HapusSelamat malam Bapak/Ibu,
BalasHapusSaya korban PHK pada bulan Mei 2014, dimana Direktur HRD Perusahaan tempat saya bekerja sampai mendatangi rumah saya, untuk menemui saya beserta Keluarga. Sebelum Direktur HRD tersebut mendatangi rumah saya, ternyata telah menghubungi Ibu/Orang Tua saya dari Data Karyawan (saya baru mengetahui bulan November 2014, setelah Ibu/Orang Tua saya pulang Haji).
Pada bulan Desember 2014, saya mengirimkan Somasi via email. Karena tidak ditanggapi, kemudian saya mengadukan PHK Sepihak yang saya alami kepada Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Selama 3 (tiga) kali Panggilan Mediasi, pihak Perusahaan tidak pernah hadir.
Dan, dibuatkanlah Surat Anjuran dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tanggal 30 April 2015.
Ironis, Mediator Hubungan Industrial Muda Sudin tersebut baru mengirimkan Surat Anjuran kepada saya tanggal 8 Juni 2015 dan kurang lengkap/salah alamat.
Sehingga dikirimkan kembali ke Sudin pada tanggal 16 Juni 2015 (tanpa konfirmasi kepada saya).
Setelah 9 (sembilan) kali saya mendatangi Sudin, dan menemui Mediator tersebut, pada tanggal 23 Juni 2015 saya baru menerima Surat Anjuran.
Saya telah komplain terhadap tindakan Mediator tersebut, kepada Kasie Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja (Atasan Mediator) maupun Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Tetap tidak ada tanggapan,
Selanjutnya, saya mengadukannya kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi. Ternyata, pihak Disnakertrans pun tidak bisa mengirimkan Surat ke alamat saya.
Bagaimana para Mediator Hubungan Industrial, baik di Sudin maupun Disnakertrans bisa menyelesaikan Pengaduan PHK Sepihak yang saya alami. Dimana untuk mengirimkan Surat saja mereka tidak bisa (sampai ke alamat saya).
Karena tidak ada tanggapan dan jawaban yang baik dari Sudin, Disnakertrans dan pihak Perusahaan, maka saya lanjutkan untuk mengadukan kepada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI maupun Ombudsman RI.
Pada bulan Februari 2016, saya mendapatkan 2 (dua) Surat Pengantar dari Kemenaker RI.
Dan, pada bulan Maret 2016, saya mendapatkan Surat Pengantar (baik dari Kemenaker RI maupun Ombudsman RI).
Setelah saya mendapatkan Surat Pengantar dari Kemenaker RI, dengan tembusan Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker RI, apakah saya bisa melanjutkannya ke PHI.
Serta, saya dapatkan Surat Pengantar dari Ombudsman RI, terkait bagaimana peran-kinerja Mediator Hubungan Industrial Muda Sudin.
Mohon Saran dari Bapak/Ibu.
Demikian informasi yang dapat saya sampaikan. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Zaky Mubarok
Yth : Bapak Zaky Mubarok : Disnaker tidak bisa menyelesaiakan Permasalahan PHK Bapak, karena Disnaker hanya bisa mengeluarkan ANJURAN, sedangkan sesuai dengan UU No.2 Tahun 2004 ANJURAN yang dikeluarkan oleh Mediator tidak bersifat Mengikat yang artinya dapat diterima dan dapat ditolak Para pihak, jadi Kalau Bapak sudah mendapatkan ANJURAN, maka bapak haris menindak lanjutinya dengan mengajukan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada daerah hukum tempat Perusahaan Bapak bekerja.Demikian Penjelasannya Pak.
HapusSelamat malam Bapak/Ibu_
HapusSaya telah mengajukan Gugatan PHK di Pengadilan Negeri, sebagai tindaklanjut PHK Sepihak yang saya alami.
Selama 9 kali Sidang Gugatan, pihak Perusahaan tidak pernah hadir.
Sebelumnya, pada 3 kali Panggilan Sidang Mediasi di Sudin Nakertrans Jakarta Selatan pun pihak Perusahaan tidak pernah hadir juga.
Pembacaan putusan dilaksanakan pada tanggal 15 September 2016, dan Salinan Putusan Pengadilan baru saya terima tanggal 10 Oktober 2016.
Sedangkan, pihak Perusahaan baru menerima Salinan Putusan Pengadilan tanggal 25 Oktober 2016.
Didepan Panitera Pengganti, Juru Sita Pengganti maupun Juru Sita Eksekusi di Pengadilan Negeri (disaksikan oleh Orang Tua dan Kuasa Hukum saya), Direktur HRD menyampaikan tidak akan melakukan Perlawanan serta akan mengikuti keinginan saya (mentaati Peraturan Ketenagakerjaan RI).
Ironis, semua dilanggarnya.
Pihak Perusahaan tidak menepati perjanjian bersama yang telah disepakati, pada tanggal 15 November 2016. Dan juga, melakukan Perlawanan.
Namun, selama 5 dari 6 kali Sidang Perlawanan tersebut, pihak Perusahaan tidak pernah hadir juga.
Hingga saat ini, saya tidak melihat itikad baik dari :
1. Pihak Sudin Nakertrans Jakarta Selatan : belum memberikan keterangan atau konfirmasi (Mediator Hubungan Industrial Muda dimutasi)
--> adanya beberapa Surat dari Kementerian Tenaga Kerja RI (sekitar 6 buah Surat)
2. Pihak Perusahaan : saya tidak menerima "Surat Penetapan atau Permohonan PHK" dari Sudin Nakertrans Jakarta Selatan, sesuai perjanjian
--> saya tidak pernah mengajukan "Surat Pengunduran Diri", dan tidak pernah menerima "Surat Peringatan"
Saya juga tidak mendapatkan "Surat Panggilan Sidang Perlawanan" selanjutnya dari Panitera Pengganti (hanya mengirimkan SMS untuk datang Sidang).
Setelah perjanjian tanggal 15 November 2016 yang dihadiri dan ditandatangani juga (Surat Perjanjian atau Kesepakatan) oleh Direktur HRD, namun tidak dilaksanakan Dengan baik oleh pihak Perusahaan.
Selanjutnya diadakan Perdamaian.
Pada 2 kali Perdamaian, pihak Perusahaan tidak hadir. Hanya dihadiri oleh Supir dari Direktur HRD saja.
Pertanyaannya adalah :
1. Apakah saya perlu melaporkan ke pihak berwajib, agar pihak Perusahaan dapat menjalankan dan mengikuti aturan hukum dengan baik
2. Bagaimana caranya, untuk melaporkan kinerja aparatur negara (Sudin Nakertrans, Disnakertrans Provinsi maupun Pengadilan Negeri)
3. Apakah saya harus melakukan pelanggaran juga, seperti para karyawan/Pimpinan Perusahaan, agar saya tetap bisa bekerja dan berkarir di Perusahaan
Demikian informasi yang dapat saya sampaikan. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Zaky Mubarok
Kepada Yth.
Hapus***
Direktur HRD PT. ***
Ditempat
Dengan hormat,
Berdasarkan adanya 2 (dua) buah Surat dari :
1. Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Selatan, maupun
2. Kementerian Tenaga Kerja RI.
Dimana isinya adalah "mempekerjakan kembali pekerja". Sehingga, penting dan wajib untuk saya dijalankan.
PHK sepihak yang saya alami bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan RI, maupun Peraturan Perusahaan.
Hingga saat ini, saya :
1. Tidak pernah memberikan "Surat Pengunduran Diri" kepada PT. ***
2. Tidak pernah mendapatkan "Surat Peringatan" dari PT. ***
3. PT. *** tidak pernah mengirimkan "Surat Permohonan atau Penetapan PHK" yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Saya telah menyampaikan kepada pihak-pihak terkait, perihal Surat yang saya terima dari Sudin Nakertrans Jakarta Selatan dan Kemenaker RI; dimana nantinya saya akan menginformasikannya pula kepada seluruh karyawan dan Pimpinan PT. ***, para *** dan *** beserta Anggotanya.
Yakni saya bekerja kembali di PT. ***.
Terima kasih
Hormat saya,
***
Note :
Saya selalu move on, dan bertanggung jawab.
Termasuk saat *** mengatakan, bahwa saya "sakit" (apakah untuk kebohongan dan penipuan).
Bagaimana dengan *** sendiri yang tidak berani "move on", serta kita ke Pihak Berwajib dan ke RS untuk membuktikan pernyataan *** perihal siapakah yang "sakit" dan maksudnya..??
Saya selalu hadir memenuhi panggilan Sidang pada :
1. 3 kali Panggilan Sidang Mediasi di Sudin Nakertrans Jakarta Selatan
(Pihak Perusahaan tidak pernah hadir --> baca "Surat Anjuran")
2. 9 kali "Sidang Gugatan PHI"
(Pihak Perusahaan tidak pernah hadir --> baca "Salinan Putusan Pengadilan")
3. 7 kali "Sidang Perlawanan PHI"
(Selana 6 kali dari 7 kali Sidang Perlawanan yang dilakukan pihak Perusahaan, namun PT. *** tidak hadir juga)
4. 2 kali Perdamaian
- 09 November 2016 di PN
(PT. *** tidak mau menjalankan "Putusan Pengadilan", dengan tidak menerima *** bekerja kembali)
- 15 November 2016 di ***
(PT. *** tidak melaksanakan perjanjian yang telah dituliskan/dibuat oleh *** sendiri)
5. 2 kali Perdamaian lagi
- 02 Desember 2016 di ***
- 15 Desember 2016 di ***
(Pihak Perusahaan tidak hadir, yang hadir hanya oleh Pak *** selaku Supir *** sebagai Direktur HRD PT. ***)
Jika *** maupun PT. *** melakukan PHK dengan benar dan tidak menutupi pelanggaran, seharusnya hadir.
salam pekerja.
BalasHapus1.Pendaftar gugatan
2.Pemeriksaan Prapersidangan /syarat-syarat Formil
3.Pemeriksaan Persidangan
- Pembacaan Gugatan
- Penyampaian Jawaban
- Penyampaian Replik
- Penyampaian Duplik
- Pembuktian
- Saksi
- Kesimpulan
- Putusan
4.Yang mau saya tanyakan....apakah sebelum agenda kesimpulan,ada ngak agenda putusan sela yang diambil oleh majels hakim PHI ???...terimakasih saran dan masukannya.
- Pembacaan Gugatan
-
Tergantung ada atau tidaknya Permintaan Putusan sela dari kedua belah Pihak yang berperkara, apabila ada permintaan Putusan sela dalam Gugatan Penggugat, atau gugatan Rekonvensi Tergugat, dan salah satunya ada yang dikabulkan Majelis Hakim.
BalasHapusMaaf saya mau tanya pak :
BalasHapus- perusahaan tempat saya bekerja tidak pernah mau melakukan PHK terhadap karyawan, dikarenakan tidak mau keluar uang untuk pesangon dll. Dan biasanya manajeman perusahaan selalu memaksa karyawan untuk menandatangani surat pengunduran diri dan memberikan uang kompensasi yg sangat tdk sesuai dan terkadang td memberikan apapun.
Pertanyaan saya :
- apa yg bisa saya lakukan untuk bisa tetap mendapatkan hak saya (pesangon,dll) dengan kondisi perusahaan seperti ini.
Terima kasih utk jawabannya.
Maaf saya mau tanya pak :
BalasHapus- perusahaan tempat saya bekerja tidak pernah mau melakukan PHK terhadap karyawan, dikarenakan tidak mau keluar uang untuk pesangon dll. Dan biasanya manajeman perusahaan selalu memaksa karyawan untuk menandatangani surat pengunduran diri dan memberikan uang kompensasi yg sangat tdk sesuai dan terkadang td memberikan apapun.
Pertanyaan saya :
- apa yg bisa saya lakukan untuk bisa tetap mendapatkan hak saya (pesangon,dll) dengan kondisi perusahaan seperti ini.
Terima kasih utk jawabannya.
Bapak M.Ridwan Yth :
HapusHampir semua Perusahaan selalu berusaha tidak membayar Pesangon Pekerja selagi dapat diusahakannya, namun yang Bapak sampaikan selagi Pekerja tetap bertahan dan tidak bersedia menanda tangani Pengunduran Diri, maka tidak ada hak dan Kewenangan Pimpinan Perusahaan memaksa Pekerja Untuk menanda tangani Pengunduran Diri, karena Surat Pengunduran Diri harus dibuat dan ditanda tangani oleh Pekerja, bukan yang dibuat oleh Perusahaan, bila akibat Pekerja tidak bersedia mananda tangani Surat Pengunduran Diri, lalu Perusahaan tidak mengerjakan, maka Perusahaan tersebut sudah melakukan PHK sepihak, dan dapat digugat Perselisihan PHK ke Pengadilan, tapi kalau Pekerja sudah menanda tangani Surat Pengunduran diri apalagi diatas Meterai, maka akan sulit untuk mendapatkan Hak atas Pesangon, kecuali Pekerja tersebut dapat membuktikan adanya pemaksaan untuk menanda tangani surat tersebut, minimal ada saksi yang melihatnya.Demikian Penjelasannya Terima kasih.
Salam.
BalasHapusHidup banyak pergumulan.
Mhn maaf hanya intermezzo,
1. Ketika dipanggil oleh disnaker, Perusahaan selalu
berdalih segala keputusan dilempar kekantor pusatnya
dijakarta,cabang tidak mau menau dan tdk mau tau artinya
kantor cabang tolak badan alias tolak angin tidak
bertanggung jawab,akhirnya disnaker memanggil management
kantor juga tidak datang sampai panggil ke 3 setelah
surat nota pemeriksaan diterbitkan oleh bagian
kepengawasan/PPNS.
2. Pihak disnaker memanggil dengan surat panggilan 3 bahasa
hukumnya sudah upaya paksa,nah pihak disnaker juga
berdalih tidak ada biaya melakukan hal tersebut krn
perusahaan berkantor dijakarta, artinya menentoklah
seudah harapan dalam kasus ini.nah yg saya tanyakan apa
yg harus dilakukan agar pihak perusahaan dapat datang
memberikan pertanggung jawaban dalam masalah ini
di disnaker karena masalah ini sejak perusahaan
berdiri,perusahaan tdk pernah melaksanakan pasal 89 ayat
3 UUK dan melaporkan upah pekerja di BPJS sebesar
700ribu/bulan.
segala upaya telah dilakukan baik perundingan dipihak
management maupun dipihak disnaker namun hasilnya
3. kasus ini sdh 1 tahun lamanya didisnaker karena desakan2
terus dari pihak karyawan kepada perusahaan dan disnaker
maka perusahaan melakukan PHK terhadap pekerja dgn alasan
perusahaan tdk tercapai target dan pengurangan
karyawan. perusahaan hanya sanggup memberikan kompensasi
kepada karyawan dan ini ditolak oleh karyawan.akhirnya
pekerja melaporkan PHK tersebut di disnaker.
Yg saya tanyakan kepada Bapak :
a. apakah UUK pasal 89 ayat 3,99 tersebut dapat dituangkan
didalam surat anjuran nantinya oleh pihak
disnaker?.....dan apabila tdk dituangkan didalam surat
anjuran nantinya, upaya apa yg seharus dilakukan agr
pasal tsb dapat dimasukan dlm surat anjuran nantinya.
b. apabila pihak perusahaan tdk datang juga saat mediator
tersebut,apa untung dan ruginya bagi pekerja apakah
anjuran itu nantinya melemah demi hukum?....
Terimakasih atas saran dan masukannya.
salam buruh.....
Perusahaan/PT.Apa pak, dan lokasinya dimana ? dan Disnaker mana, karena Disnaker bagian Pengawasan berhak melakukan Penjemputan Paksa melalui Kepolisian, apabila yang di Panggil tidak bersedia hadir, kalau tindakan Perusahaan tersebut merupakan Pelanggaran Hukum.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusPada intinya Isi Anjuran yang dimuat Mediator adalah Apa yang Kedua Belah Pihak sampaiakan pada saat Perundingan Mediasi, bila masalah yang disampaikan pada Perundingan tidak ada menyangkut yg disampaikan maka dalam Anjuran tidak akan dimuat oleh Disnaker.
HapusMasalah hadir atau tidaknya Pihak Perusahaan di dalam Perundingan tidak berpengarus terhadap isi Anjuran, karena ANJURAN hanya bersifat Himbauan dan tidak bersifat wajib dilakukan atau diterima oleh Para Pihak, namun merupakan Syarat wajib untuk melakukan Upaya Hukum berikutnya ke Pengadilan Hubungan Industrial. Begitu Penjelasannya Pak,Terima Kasih.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusyunirius gea13 September 2016 21.13
Hapussalam buruh
1. Pak,saya mau tanya kembali, apabila pihak disnaker tdk dapat menghadirkan pihak perusahaan utk dilakukan pemeriksaaan dalam hal kasus seperti diatas telah dipanggil 3 kali panggilan, alasan disnaker tsb pihak perusahaan yg berhak memberikan keterangan atas pelanggaran upah/dll tersebut berada dijakarta.apa yg harus dilakukan?......
2.Mengingat hal tersebut tdk ada kemajuan dalam penyelidikan disnaker dalam hal kasus tsb diatas, rencananya kami akan cabut laporan tsb dan akan kami limpahkan kepada kementerian HUM & HAM RI utk diproses,mohon saran dan masukannya pak agar kami tdk salah ngambil sikap.
terimakasih atas saran dan masukannya.
Salam,
BalasHapusada yang mau saya tanyakan pak...
kasusnya terjadi pada suami saya...suami saya sudah bekerja selama 9th di suatu perusahaan otomotif,,kejadianya sekitar tanggal 14 maret 2016 hingga sekarang,,,awal nya suami saya ijin gak masuk kerja karena anak saya sakit dan dirawat dirumah sakit..karena kondisi mendadak jadi ijin dilakukan by phone..ijin diberikan asal waktu berangkat membawa surat keterangan beserta resum medis dari rumah sakit. karena anak saya diluar kota jadi suami full tunggu dan gak bisa masuk kerja selama 4hr kebetulan cuti tahunan suami saya masih utuh bahkan ada sisa cuti tahun sebelumnya.. setelah 4 hari kemudian suami saya masuk kerja langsung menemui manager dengan membawa semua keterangan dari rumah sakit seperti yang dibicarakan waktu ijin by phone..Kejadiannya diluar dugaan ketika suami saya menemui managernya, si manager mengeluarkan kata2 yang cukup kasar dan menyinggung perasaan dan memancing emosi hingga terjadi sedikit perdebatan masalah ijin suami saya..dan tanpa melalui prosedur SP1, SP2 maupun SP3 manager langsung mengatakan saya akan PHK km silahkan tunggu proses dirumah menunggu kabar dari perusahaan. Suami saya menemui HRD untuk memastikan status nya dan disarankan untuk menunggu dirumah hingga proses PHK selesai,, hari itu juga suami saya menemui serikat pekerja untuk mencari pembelaan karena merasa diperlakukan tidak adil,,jawaban yang didapat tidak memuaskan,,serikat pekerja menjawab gak ada masalah serius tinggal ditunggu dirumah yang penting gaji tiap bulan masih dibayarkan...
3bulan berjalan tidak ad kabar dari perusahaan dan tidak ada perundingan juga antar serikat pekerja dgn perusahaan dan memang gaji dibayarkan penuh tapi mengijak bulan keempat mulai ada masalah timbul lagi..gaji suami saya dipotong 25% sedangkan setau saya dalam undang2 selama proses PHK karyawan masih mendapatkan gaji penuh..dan ketika suami saya datang ke perusahaan untuk membahas hal ini ternyata perusahaan mempunyai jawaban yang berbeda,,alasannya karena sudah lebih dari 3bulan dirumahkan jadi gaji dipotong 25%..dan kemarin tanggal 01 Agustus 2016 perusahaan menyerahkan surat mutasi kepada suami saya tanpa persetujuan suami saya,,jika tidak setuju berarti secara tidak langsung dianggap mengundurkan diri dari perusahaan,,berbeda dari awalnya yang mengatakan kalo dalam proses PHK dan menunggu proses dirumah.. secara langsung suami saya dipaksa untuk mengundurkan diri tanpa kesalahan,,sedangkan perbedaan pesangon antara mengundurkan diri dengan PHK itu sangat jauh mengingat suami saya sudah bekerja selama 9th dan dalam hal ini telah diperlakukan tidak adil,,
menurut bapak tindakan ap yang harus dilakukan selanjutnya?
apakah suami saya bisa menggugat perusahannya ke Disnaker?
IBU ( Leea ) Yth : Maaf atas keterlambatan menjawabnya.
HapusApabila Serikat Pekerjanya tidak peduli atas permasalahan Suami Ibu, maka atas nama Pribadi selaku Pekerja juga dapat melakukan tindakan Hukum serta menyelesaikan permasalahan dimaksud. Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan menyebutkan bahwa “ Hak Pekerja/Buruh atas Upah timbul pada saat terjadi Hubungan Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha dan berakhir pada saat putusnya Hubungan Kerja “. dan sesuai Pasal 155 ayat (2) dan (3) UU No.13 Tahun 2003 menyatakan bahwa “ Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”
Langkah yang harus dilakukan Suami ibu adalah :
1. Apabila Mutasi yang dilakukan oleh Perusahaan kepada Group / Cabang Perusahaan lainnya yang lain badan Hukum atau Berbeda Perusahaan namun Satu Group, maka Suami Ibu dapat menyampaikan Surat Penolakan Mutasi.
2. Dengan alasan Pengusaha memerintahkan Bekerja diluar yang di Perjanjikan yaitu kepada Perusahaan lain dengan Badan Hukum lain dari Perusahaan tempat Bekerja walaupun satu Group, karena Satu Group bukan berarti satu Badan Hukum kalau berbeda Perusahaannya.
3. Bila tempat Mutasai kerja masih dalam satu perusahaan dan satu badan Hukum, maka Suami ibu dapat menggunakan alasan bahwa sebelum dirumahkan telah dijanjikan akan di PHK, namun bukan pesangon yang diberikan tetapi Surat Mutasi, sehingga tidak dapat menerima Mutasi karena yang dijanjikan adalah Pemutusan Hubungan Kerja.
4. Kemudian Suami Ibu Membuat Surat Permintaan Perundingan Bipartit dan sampaikan kepada Pimpinan Perusahaan dengan membuat Tanda Terima ( Expedisi) dengan alasan sesuaikan dari salah satu alasan diatas, apabila tenggang waktu 7 Hari tidak dijawab atau tidak diterima, maka Buat Surat yang kedua sampaikan kembali kepada Pimpinan Perusahaan, dan tunggu lagi selama Tujuh Hari. (Catatan : Tidak usah menjadi beban walau Pimpinan Perusahaan tidak menanggapi), karena dengan Menyampaikan Surat Permintaan Bipartit sebanyak 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 14 hari walau tidak ditanggapi Sudah Merupakan Gagal Perundingan, atau sudah ada Perundingan tetapi tidak ada Kesepakatan, maka Pekerja dapat Mencatatkan Perselisihannya ke Pada Dinas Tenaga Kerja dengan Melampirkan Kedua Surat Permintaan Perundingan dimaksud bahwa upaya-upaya perundingan telah dilakukan tetapi tidak ada penyelesaian.
5. Buat Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial dan sampaikan kepada Dinas Tenaga Kerja agar dilakukan Perundingan Mediasi, apabila tidak ada Penyelesaian Maka Mediator pada Disnaker wajib mengeluarkan Anjuran, dengan telah dilakukan Perundingan Mediasi ada tidak ada Penyelesaian maka Suami Ibu dapat Mendaftarkan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Wilayah Kerja Suami Ibu.
6. Membuat Surat Gugatan dengan Melampirkan Surat Anjuran Asli di halaman Belakang dari Gugatan, dan daftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial, biaya Pendaftaran, Biaya Perkara sampai Biaya Eksekusi Gratis / ditanggung Negara bila Jumlah Gugatan di bawah Rp. 150.000.000,- dan bila diatas Rp.150.000.000,- biaya Perkara ditanggung oleh Penggugat, namun tidak besar jumlahnya yang artinya sdh ada ketentuan tergantung lokasi dan jauhnya alamat para pihak dengan Pengadilan Hubungan Industrial, yang pada pokoknya masih dalam batas kemampuan Pekerja untuk membayarnya.
7. Seterusnya bila ada hal-hal yang perlu di konsultasikan lebih lanjut silahkan ditanyakan dan kalau bisa dilampirkan alamat Email, sehingga kita dengan mudah menyampaikan solusinya dengan baik.
8. Semoga jawaban kami belum terlambat, Terima kasih.
Salam,
HapusSebelumnya terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih atas jawaban dari bapak,
serikat pekerja di perusahaan tempat suami saya bekerja sangat lambat dan terkesan tidak terlalu peduli dengan masalah ini pak, suami saya di mutasi ke perusahaan yang lain badan hukum dan lain perusahaan namun satu grup yang berlokasi di Jakarta, sedangkan perusahaan tempat suami saya bekerja di daerah Cikarang Bekasi. Surat mutasi tertanggal 01 Agustus 2016 tanpa persetujuan suami saya dan pihak perusahaan berikeras jika tidak menyetujui mutasi tersebut maka suami saya harus mengundurkan diri dengan suka rela tanpa pesangon yang jelas sedangkan sebelum dirumahkan perusahaan mengatakan menunggu proses PHK selesai tapi setelah 3bln yang terjadi sangat berbeda. Tanggal 05 Agustus 2016 suami saya menyerahkan penolakan mutasi dan mengajukan permintaan perundingan tapi tetap tidak menemukan kesepakatan, dan gaji yang dipotong 25% perusahaan berjanji akan mengembalikan dalam waktu 1minggu tapi kenyataannya hingga detik ini belum kami terima.
jika ingin mengajukan permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial ke disnaker apakah bisa dilakukan secara pribadi tanpa didampingi serikat pekerja?
sebelumnya suami saya sudah melaporkan hal ini ke DPC Serikat pekerja wilayah kami tapi responya juga kurang baik terkesan melempar lempar masalah.
Hingga saat ini suami saya belum mendapat kepastian dari perusahaan maupun dari serikat pekerja...yang saya khawatikan suami saya dianggap mangkir terhitung tgl terbit surat mutasi itu dan dianggap mengundurkan diri.
Berikut alamat email saya pak agar dapat lebih mudah jika ad hal yanga akan saya tanyakan lebih lanjut: leeaalfarizhy@gmail.com atau septiawati@alviny.co.id
Terimakasih
Pak, saya bekerja pada perusahaan perdagangan selama 1 tahun kemudian perusahaan tersebut melakukan phk sepihak pada bulan maret 2016 dengan alasan sudah tidak cocok lagi dengan cara kerja tanpa ada peringatan sebelumnya namun mereka memberikan pesangon kepada saya 2x gaji sebagai pesangon phk tersebut, pada saat itu saya menerima saja keputusan tersebut tanpa ada berkas yang saya tandatangani kecuali serah terima pekerjaan yang saya buat dan pada saat itu pula saya minta surat keterangan kerja dari perusahaan namun hingga saat ini tidak ada itikad baik dari perusahaan untuk memberikan yang saya minta tersebut. Yang mau saya tanyakan adalah dapatkah saya mengajukan gugatan setelah 6 bulan setelah phk terjadi dan langkah-langkah apa saja yang saya harus lakukan...terima kasih
BalasHapusPak, saya bekerja pada perusahaan perdagangan selama 1 tahun kemudian perusahaan tersebut melakukan phk sepihak pada bulan maret 2016 dengan alasan sudah tidak cocok lagi dengan cara kerja tanpa ada peringatan sebelumnya namun mereka memberikan pesangon kepada saya 2x gaji sebagai pesangon phk tersebut, pada saat itu saya menerima saja keputusan tersebut tanpa ada berkas yang saya tandatangani kecuali serah terima pekerjaan yang saya buat dan pada saat itu pula saya minta surat keterangan kerja dari perusahaan namun hingga saat ini tidak ada itikad baik dari perusahaan untuk memberikan yang saya minta tersebut. Yang mau saya tanyakan adalah dapatkah saya mengajukan gugatan setelah 6 bulan setelah phk terjadi dan langkah-langkah apa saja yang saya harus lakukan...terima kasih
BalasHapusIbu Denara Yth :
BalasHapusBila yang ibu maksud Pesangonnya tidak jadi diberikan kepada Ibu atas PHK yang dilakukan oleh Perusahaan, maka selama hak-Hak ibu atas PHK tersebut masih dapat dituntun ataupun digugat.
Bahwa dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Hak-Hak Pekerja yang timbul akibat Hubungan Kerja tidak dapat hilang selama belum adanya Gugatan Pekerja yang telah diputus oleh Pengadilan dan Putusan Pengadilan tersebut belum berkekuatan Hukum tetap.
Langkah yang ibu lakukan Ibu harus membuat Surat Perundingan Bipartit dan sampaikan kepada Pimpinan Perusahaan, terserah bersedia atau tidaknya melakukan Perundingan, atau
Buat Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial kepada Disnaker setempat, biar Pihak Disnaker yang memanggil dan membantu Perundingan Bipartitnya sebelum melakukan Perundingan Mediasi.
Contoh Surat Permintaan Perundingan Bipartit dan Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial silahkan ibu lihat di dalam bolg ini yg telah ada kita buatkan.Terima Kasih.
Salam pak, saya ingin menanyakan tentang kasus yang saya alami. Saya menandatangani kontrak kerja dan perjanjian tugas belajar dengan pihak yayasan yg bergerak didunia pendidikan dimana inti dari isi perjanjian tersebut adalah ;
BalasHapus1. Perjanjian tugas belajar : saya harus menyelesaikan studi selama 2 tahun (semua biaya ditanggung pihak yayasan) dan diberikan biaya hidup Rp.xx sampai beroperasinya kampus tersebut. Namun di bulan keempat saya diberikan biaya hidup tapi tidak sesuai dengan perjanjian dan dibulan seterusnya sampai beroperasinya kampus diyayasan tersebut sudah tidak diberikan lagi biaya hidup sesuai dengan yg tertera di perjanjian.
2. Kontrak kerja : saya akan diberikan gaji pokok. Namun setelah kampus berjalan pihak yayasan memberitahukan bahwa gaji pokok tidak bisa dipenuhi (tidak ada gaji pokok) namun digantikan dengan tunjangan yang besarnya sangat jauh dari gaji pokok yg tertera dikontrak dengan alasan bahwa pihak yayasan tidak mempunyai dana karena jumlah mahasiswa tidak mencukupi (dikontrak tidak memuat mengenai syarat jumlah mahasiswa), gaji pokok akan diberikan apabila jumlah mahasiswa mencapai 100 (mahasiswa baru).
Yang ingin saya tanyakan langkah apa yg seharusnya saya ambil pak? Apakah ketika saya ingin memutuskan kontrak karena pihak yayasan wanprestasi saya harus membayar seluruh biaya yg dikeluarkan yayasan?. Mohon sarannya pak, terimakasih
Selamat pagi.
BalasHapusPak, saat ini saya sedang ada masalah hubungan kerja di rumah sakit tempat saya bekerja. Saya seorang dokter yang secara sepihak dirumahkan alias dilarang memberikan pelayanan sejak tanggal 6 oktober 2016 hanya atas dasar asumsi kesalahan yang sebenarnya tidak saya lakukan, tidak ada saksi dan tidak ada pasien yang melaporkan saya. Masalahnya, direktur dan komite medik sepertinya tidak ada kemauan/itikad baik untuk mendengarkan penjelasan saya. Dan sudah memutuskan secara sepihak bahwa saya bersalah. Bagaimana saya harus bersikap?
Mohon bantuannya, pak
Email saya : hesti92@yahoo.com
Selamat Pagi Juga Ibu Hesti,
HapusSesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 Tentang Hak Uji Materiil Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah membatalkan Pasal 158 UU No.13 Tahun 2003 tentang Kesalahan Berat dan menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dianggap tidak pernah ada dan tidak dapat digunakan lagi sebagai dasar / acuan dalam penyelesaian hubungan industrial.
Sehingga Perusahaan hanya dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan Pekerja telah melakukan Tindak Pidana.
Dan apabila terdapat " alasan mendesak " dari Pengusaha, yang mengakibatkan tidak memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan, maka pengusaha dapat menempuh upaya penyelesaian melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dengan mengajukan Permohonan Izin Pemutusan hubungan Kerja kepada Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 Juncto Surat Edaran Menakertrans Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 Tentang Hak Uji Materiil Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan dalam Kasus Ibu, Pengusaha hanya berdasarkan Asumsi yang tidak berdasar, sehingga tidak ada alasan Hukum untuk melakukan Sekorsing atau dirumahkan apalagi PHK terhadap Ibu.
Apabila Pihak Rumah Sakit dalam merumahkan Ibu, mengurangi Upah Pokok dan/atau Tunjangan Tetap yang biasa Ibu Hesti terima dari biasanya, maka itu namanya Pelanggaran, jadi Ibu Hesti dapat membuat Pengaduan kepada Dinas Tenaga Kerja Setempat.
Dan apabila Ibu telah siap berhenti karena hubungan yang tidak harmonis lagi, ibu juga dapat melakukannya dengan menggunakan alasan Hukum Pasal 169 UU No.13 Tahun 2003 huruf (d) dan (e) sebagai berikut :
Pasal 1 :
“ Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada
pekerja/ buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan
pekerjaan di luar yang diperjanjikan;
Pasal 2 :
“ Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Dengan terlebih dahulu menyampaikan Surat Permintaan Perundingan Bipartit kepada Pimpinan Rumah Sakit, terserah mau ditanggapi atau tidak.
Kalau ada terjadi Perundingan maka dibuat Risalah Perundingan, kalau tidak ada tanggapan maka Ibu Hesti sampaikan Permintaan Perundingan Bipartit yang kedua.
Apabila (2) dua kali Ibu Hesti menyampaikan Surat tidak ditanggapi, atau terjadi Perundingan tidak ada kesepakatan maka sudah gagal perundingan, dan Ibu dapat Mencatatkan Perselisihannya kepada Disnaker Setempat untuk dilakukan Perundingan Mediasi, dan setelah keluarnya Anjuran dari Disnaker dapat dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Tapi kalau Ibu Hesti masih berkeinginan bekerja di Rumah Sakit tersebut, ibu lebih baik membuat Surat Pengaduan kepada Disnaker Setempat, agar dilakukan Pemeriksaan dan Penetapannya.
Contoh Surat Permintaan Perundingan Bipartit, Surat Pengaduan dan Surat Permohonan Pencatatn Hubungan Industrial akan kita kirimkan lewat email Ibu, bila masih ada yang kurang jelas Ibu Hesti dapat menanyakan kembali diblog ini atau lewat Email.
Terima Kasih Semoga Jawabannya memberikan Solusi
Salam pak,
HapusAdakah contoh surat kuasa perselisihan hubungan industrial mencangkup keseluruhan, mulai dari kuasa untuk melakukan perundingan dengan perusahaan atau bipartit sampai dengan Pengadilan?
terima kasih.
Pada dasarnya Semua Surat Kuasa yang Ibu tanyakan semuanya sama, yaitu Surat Kuasa Khusus dan contonya silahkan Ibu Al buka di Postingan disamping, tahun 2015 dan 2016, hanya saja Ibu tinggal merubah tujuan Surat Kuasanya misalnya :
Hapus-------------------------------------------- KHUSUS ------------------------------------------
Mewakili dan mendampingi Pemberi Kuasa untuk melakukan Perundingan Bipartit, Perundingan Mediasi, dan mengajukan Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) terhadap diri pemberi kuasa yang dilakukan oleh Perusahaan PT.......... yang beralamat di Jalan ........ ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan.--------------------------------
Atas kuasa ini Pemberi Kuasa ( ............) memberikan kepada Penerima Kuasa hak penuh untuk : ----------------------------------------------------------------------------
Menghadap dan berbicara kepada Direktur PT..........beserta jajarannya, pejabat Disnaker Kabupaten ...........beserta lembaga-lembaganya, pejabat pada Disnakertransduk Propinsi Sumatra Utara, Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI, Instansi TNI/POLRI dan instansi sipil lainnya, serta pihak-pihak swasta yang berada dalam wilayah hukum Indonesia, dan hadir serta menghadap, berbicara dalam Perundingan Bipartit, sidang Mediasi, Pengadilan Hubungan Industrial, serta semua tingkat sidang penyelesaian sehubungan dengan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap diri Pemberi kuasa; --------------------------------------------------------------------------------
Membuat dan menandatangani serta menyampaikan Surat Permintaan Perundingan Bipartit, Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial ke Pegawai pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, melakukan perundingan bipartit, mediasi, menandatangani risalah perundingan, perjanjian bersama, membuat dan mengajukan somasi, Gugatan, Replik dan Kesimpulan ( konklusi ) dalam konvensi dan jawaban dalam Gugatan Rekonvensi, mengajukan bukti-bukti baik surat maupun saksi-saksi dan sekaligus diberikan hak pula untuk menerima dan / atau menolak bukti surat dan saksi-saksi yang diajukan oleh Pihak lawan dalam persidangan, serta surat-surat lainnya seperti surat panggilan / pemberitahuan, relas-relas, permohonan-permohonan, akta-akta, nota-nota, kwitansi penerimaan atau pembayaran serta hal-hal lain yang dipandang perlu ;--------------------------------------------------------------------------------------------
dan seterusnya ....................
Demikian Penjelasannya Ibu Al.
Assalamualaikum Pak, setelah kami kuarng lebih 2 tahun perusahaan melakukan PHK sepihak kepada kami,setelah itu kami melapor kedinas tenagakerja untuk dimediasi,dalam perundingan mediasi tersebut dari kami dan perusahaan dan disaksikan oleh mediator perusahaan sepakat terhitung 1 Januari 2016 terhitung bekerja kembali kami yang di PHK,
BalasHapusYang menjadi Pertanyaan saya :
1. Apakah Kami yang bekerja kembali Harus membuat Surat Perjanjian Kerja Baru.
2.Apakah Kami bisa meminta untuk dikoreksi isi perjanjian kerja yang dibuat melanggar UU ketenaga Kerja.
3.Apakah setelah ada perselisihan dan telah selesai berselisih,pekerja ini dianggap anak baru oleh perusahaan atau sama seperti pekerja yang lain yang tidak di PHK.
Tergantung Isi Perjanjian bersama yang dibuat dalam Sidang Mediasi, kalau didalam PB tidak dimuat, maka Hubungan kerjanya harus berlanjut sejak adanya hubungan Kerja, namun kalau di dalam PB tersebut telah dibuat bahwa masa kerjanya terhitung sejak bekerja kembali, tentu masa kerja yang sebelumnya tidak dihitung, karena Perjanjian Bersama tersebut menjadi Hukum bagi pihak yang menanda tanganinya.
HapusDemikian Penjelasannya.
Selamat Pagi bapak
BalasHapusPak, saat ini saya sedang mengalami perselisihan PHK dengan perusahaan yaitu sebuah NGO Internasional yang memiliki cabang di Indonesia yaitu Yayasan DKT Indonesia
saya telah bekerja selama 6 tahun 6 bulan sehingga saya termasuk karyawan tetap
pada tanggal 25 Juli saya diundang rapat yang ternyata adalah sebuah sidang karyawan, saya dituding menyalahgunakan tagihan distributor yang tidak ada kaitan langsung dengan perusahaan dan saya dituduh melanggar SOP karena sering terlibat langsung di lapangan membantu penjualan langsung salesman
karena itu saat itu saya dipaksa berhenti menjadi karyawan oleh Pimpinan saya, saya dipaksa membuat surat pernyataan mengundurkan diri bermaterai dan surat pernyataan tanggung jawab terhadap tagihan, saya waktu sidang itu minta waktu satu bulan untuk membereskan tuduhan juga tidak diberikan, saya diminta oleh pimpinan saya Regional Sales Manager untuk membuat surat pengunduran diri saya saat itu juga
untuk masalah tuduhan penggunaaan tagihan sudah bisa saya klirkan karena memang itu semua adalah masalah langsung customer dengan salesman dan saya ada bukti tertulis dari masing-masing faktur tagihan yang dipersoalkan, sedangkan untuk masalah surat pengunduran diri yang saya buat inilah yang menjadi dasar perusahaan tidak mau membayarkankan sepeserpun kompensasi sampai surat ini saya layangkan ke bapak
saya sudah berkomunikasi via email menanyakan status dan hak saya, dan dijawab bahwa saya adalah karyawan tetap dan karena pengunduran diri kemauan sendiri, jadi perusahaan tidak memberi kompensasi apapun, hanya akan membayarkan sisa cuti yang diambil
juga perlu bapak ketahui bahwa gaji saya periode kerja 15 mei s/d 15 Juni 2016 yang harusnya dibayarkan akhir Juli. sempat ditahan perusahaan sebelum saya menyelesaikan clearensheet dan mengembalikan barang perusahaan
saya dianggap sudah bukan karyawan DKT Indonesia per tanggal 30 Juli 20016 sesuai surat pengunduran diri yang saya buat, tetapi saya dari tanggal 1 s/d agustus tetap berkunjungan keluar kota wilayah kerja saya menyelesaikan kewajiban saya pada perusahaan dan akhirnya per tanggal 30 agustus 2016 clearensheet sudah saya kirimkan dan gaji saya yang ditahan sudah diberikan, tetapi kerja saya periode hari kerja tanggal 16 juli 2016 sampai 30 agustus 2016 tidak dibayar oleh perusahaan
karena tidak mendapatkan kompensasi apapun akhirnya saya mengadukan perusahaan tempat saya bekerja ke disnakes Provinsi Jatim, tetapi oleh disnaker provinsi dilimpahkan ke dinasker Kota Surabaya biarpun sudah saya sampaikan bahwa Perusahaan saya berkantor Pusat di Jakarta dengan seluruh kewenangan manajemennya
saat ini saya sudah mengundang bipartit perusahaan, 1 kali tidak hadir dan yang ke 2 nanti tanggal 27 Oktober
perusahaan saya ini biarpun NGO internasional tetapi dalam memberikan Upah pokok dibawah ketentuan UMR, kemudian tidak punya lembaga bipartit biarpun karyawannya lebih dari 150 orang serta tidak memberikan surat pengangangkatan karyawan sebagaimana yang diamanatkan UU Tenaga Kerja
yang ingin saya mohon saran adalah, pokok aduan apa yang tepat apakah perselisishan Hak ataukah pokok perselisihan PHK? kemudian untuk perusahaan yang tidak sesuai UU baik upah dan tidak ada bipartit apa juga bisa diadukan sekalian mumpung saya masih proses bipartit
terima kasih atas masukannya dan infonya
salam hangat
Pak M. Jamal Yth :
HapusMohon Maaf Atas Keterlambatan jawab yang Pak M. Jamal sampaikan.
Pengaduan atas Permasalahan Bapak, dapat digabung secara sekaligus, antara Perselisihan Hak dan PHK, yang tidak bisa adalah Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan SP digabung dengan Perselisihan Hak dan PHK, karena Perselisihan Hak dan PHK ditingakt Pengadilan Pertama tidak suatu putusan Final, karena keduanya sama sama dapat diajukan Kasasi, sedangkan Perselisihan Kepentingan dan SP, keduanya Final didalam Putusan PHI dan tidak dapat di lakukan Upaya Hukum Kasasi.
Tapi yang menjadi Pokok Permasalahan Pak M.Jamal bukan terletak pada perselisihan Hak atau PHK, tetapi pada Surat Pengunduran Diri yang Pak M.Jamal buat, karena Konsekwensi Pengunduran Diri yang Bapak buat dan ditandatangani membuat Posisi Bapak menjadi lemah walau menurut Pak M.Jamal dibuat dibawah tekanan Pihak Managemen, tetapi secara Hukum dengan adanya Surat Pengunduran diri yang bapak buat, maka bapak telah dianggap secara sah mengundurkan diri atas kemauan sendiri, dan itu yang menjadi Pegangan Perusahaan.
Seharusnya Bapak tidak perlu membuat Surat Pengunduran Diri walaupun diharuskan atau dipaksa, karena Surat Pengunduran Diri harus dibuat sendiri oleh Pekerja, dan atas kemauan sendiri tanpa ada paksaan.
Solusinya, Pak jamal harus menyediakan Saksi minimal 2 orang, yang melihat dan mengetahui bahwa Pak Jamal dipaksa atau dibawah tekanan, dan bukan atas kemauan sendiri pada saat membuat dan menanda tangani Surat Pengunduran Diri tersebut, baik di Disnaker maupun di PHI.
Demikian Penjelasannya , semoga blm terlambat dan moga bermanfaat.
terima Kasih dan Salam Pekerja.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSelamat pagi,
BalasHapusSaya bekerja di salah satu perusahaan penanaman modal asing (PMA)di Alor-NTT sebagai supervisor logistik perusahaan tsb bergerak di budidaya mutiara, Pada tgl 15 desember 2014 saya di panggil masuk untuk training dan pada tgl 17 des 2014 saya di anggap cakap, mampu sehingga saya menanda tangani kontrak PKWT yang pertama dg masa training 2 hari, dan pada tgl 17 des 2015 saya di lanjutkan kontrak PKWT ke dua tanpa ada jeda waktu 30 hari, dan pada tgl 17 des 2016 kontrak saya tdk di perpanjang alasan dri management habis masa kontrak, devisi lovistick dri perusahaan beediri sampai skrg msih ada, dan kami sudah melakukan musyawara bipartit tpi tdk ada kata sepakat.
Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah dri jenis pekerjaan dan kronologi yg saya bicara di atas saya di kategorikan pekrja tetap (PKWTT)
2. Saya skrg sudah tdk bekerja apakah hak2 saya tetap jalan layak nya pekerja PKWTT?.
3. Bila saya sampai di PHK maka hak2 apa saja yg saya dapat?
Ini alamat email saya rhyan.texas@gmail.com
Atas bantuan nya saya sampaikan Terimakasih.
Salam
Rhyan Alor-NTT
Pak Rhiyan Kaden Yth
BalasHapusMohon Maaf atas keterlambatan menjawabnya, maklum banyak kegiatan dan acara di Pengadilan.
Sesuai dengan Pasal 59 Ayat 1 UU No.13 Thn 2003, dah jelas mengatur bahwa PKWT hanya dapat dilaksanakan terhadap pekerjaan pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, atau pekerjaan yang penyelesaiannya dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun, atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, dan bila Pekerjaan Pak Rhiyan tidak salah satu dari yang diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tersebut, maka hubungan kerja antara Pengusaha dengan Pak Rhiyan berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT ), dan apabila pekerjaan yang Pak Rhiyan kerjakan merupakan objek PKWT sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) tersebut, maka masih ada yang Pak Rhiyan gunakan hukum lain, yaitu Pasal 15 ayat (4) Kepmenakertrans Nomor 100 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan PKWT yang menyebutkan " Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut "
Karena dalam masa Perpanjangan atau Pembaharuan Perjanjian Kerjanya tidak ada jedah waktu, maka Demi Hukum Hubungan Kerja Pak Rhiyan dengan Pengusaha berubah dari PKWT menjadi PKWTT, untuk itu bapak dapat memperselisihkan dan menggugat hak Pesangon atau di pekerjakan kembali lewat Pengadilan Hubungan Industrial.
Demikian Penjelasannya Pak Rhiyan, semoga bermanfaat.
Terima Kasih atas kunjungannya.
Salam Pekerja.
Selamat sore pak..
BalasHapusSy kena penonaktifan sementara oleh tempat sy bekerja dg alasan kondisi keuangan yg menurun. Namun di sk tersebut tdk tertera sampai kapan masa berlaku sk itu dan apak saja hak serta kewajiban pegawai dg status non aktif. Yang ingin sy tanyakan :
1. Apakah masih ada hak sy sbg pegawai non aktif sementara? Jika ada, hak apa saja?
2. Apakah krn kondisi keuangan yg sedang menurun, jika memang sy masih punya hak, dibayarkan s3suai kemampuan perusahaan atau sesuai aturan, mengingat perusahaan masih memiliki beberapa aset?
3. Kapan sy dpt mengajukan phk dan memperoleh pesangon?
Terima kasih. Mohon informasinya.
Salam.
Selamat Sore Kembali Pak :
HapusIstilah Penonaktifan tidak dikenal didalam Undang_undang Ketenagakerjaan Pak, yang ada adalah Sekorsing atau dirumahkan, dengan tetap memperoleh Upah dan Tunjangan tetap yang biasa diterima. Kondisi Keuangan Perusahaan tidak mengurangi Hak Pekerja atas Pemutusan Hubungan Kerja, karena walau Perusahaan Tutup akibat merugi atau akibat lainnya, maka Hak Pekerja wajib diselesaiakan terlebih dahulu, oleh karenanya Hak Bapak harus dihitung sesuai ketentuan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bukan sesuai kemampuan Perusahaan.
Bapak dapat mengajukan PHK apabila setelah 3 (tiga) bulan berturut-turut perusahaan tidak membayar Upah Bapak, dan kapan memperoleh Pesangon tergantung terhadap niat Baik perusahaan dalam menyelesaiakannya, bila niat baik perusahaan tidak ada, maka bapak harus terlebih dahulu memperselisihkannya dengan Prosedur Mengajukan Perundingan Bipartit, Mediasi dan Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana pada Tulisan diatas. demikian Penjelasannya, dan terimakasih.Salam Kembali.
Selamat Siang Pak,
BalasHapusSaya bekarja di perusahaan di batam sudah hampir 9 tahun.
Dikarenakan 1 kejadian kerja yg perusahaan sendiri mengakui bahwa tidak ada kerugian 1 rupiahpun secara materi, dan saya dianggap melakukan kesalahan besar, maka pihak HRD & kepala operasional menyampaikan pada saya bahwa pihak managment perusahaan memutuskan untuk tidak memakai saya bekerja lagi, dan pihak HRD akan mengajukan uang pesangon ke perusahaan untuk saya & saya disuruh menunggu hasilnya.
Hari itu jg saya menerima skorsing 7 hari via email dari kepala operasional ke supervisor saya.
Setelah 3 kali pertemuan hasilnya tidak memuaskan karena perusahaan hanya mau memberikan uang seperempat dari nilai pesangon, dan apabila saya menolak maka akan di pekerjakan lagi di tempat yg atau departemen berbeda, dan mereka bilang anggap saja pertemuan atau perkataan mereka tidak pernah ada.
Dalam hal ini saya merasa hubungan kerja sudah tidak harmonis lagi.
Pertanyaan saya :
1.apa yg harus saya lakukan
2.apakah boleh saya melakukan mogok
Kerja.
Terima kasih pak, mohon pencerahannya.
Selamat Siang Pak,
BalasHapusSaya bekarja di perusahaan di batam sudah hampir 9 tahun.
Dikarenakan 1 kejadian kerja yg perusahaan sendiri mengakui bahwa tidak ada kerugian 1 rupiahpun secara materi, dan saya dianggap melakukan kesalahan besar, maka pihak HRD & kepala operasional menyampaikan pada saya bahwa pihak managment perusahaan memutuskan untuk tidak memakai saya bekerja lagi, dan pihak HRD akan mengajukan uang pesangon ke perusahaan untuk saya & saya disuruh menunggu hasilnya.
Hari itu jg saya menerima skorsing 7 hari via email dari kepala operasional ke supervisor saya.
Setelah 3 kali pertemuan hasilnya tidak memuaskan karena perusahaan hanya mau memberikan uang seperempat dari nilai pesangon, dan apabila saya menolak maka akan di pekerjakan lagi di tempat yg atau departemen berbeda, dan mereka bilang anggap saja pertemuan atau perkataan mereka tidak pernah ada.
Dalam hal ini saya merasa hubungan kerja sudah tidak harmonis lagi.
Pertanyaan saya :
1.apa yg harus saya lakukan
2.apakah boleh saya melakukan mogok
Kerja.
Terima kasih pak, mohon pencerahannya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusPak saya mau tanya
BalasHapusBagaimana caranya mengajukan tuntutan ke PHI.
Tata caranya ada didalam Tulisan diatas Pak, silahkan Bapak Baca Tulisan diatas.
Hapuspak langkah apa setelah saya sudah mendapatkan risalah dri disnaaker ? dan katanya klo mengajukan ke phi pake biaya sekitar 150 juta,uang tersebut dari maasing2 tergugat sedangkan tuntutan kami setiap karyaawan di bawah 150 juta,saya pengen jelas karena saya awam tentang hukim
BalasHapuspak langkah apa setelah saya sudah mendapatkan risalah dri disnaaker ? dan katanya klo mengajukan ke phi pake biaya sekitar 150 juta,uang tersebut dari maasing2 tergugat sedangkan tuntutan kami setiap karyaawan di bawah 150 juta,saya pengen jelas karena saya awam tentang hukim
BalasHapuskoment dari nando belum di baalas pak
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusYth : Bapak/Sdr.Nando Pernando.
BalasHapusRisalah beda dengan ANJURAN, sebagian Pengadilan Hubungan Industrial ada yang hanya meminta Risalah Perundingan (Asli) sebagai Syarat yang dilampirkan didalam Gugatan dan ada juga sebagian Pengadilan yang meminta ANJURAN dari Disnaker sebagai Syarat Pengajuan dari Gugatan, jadi Bapak/Sdr. harus memastikan mendapatkan Risalah Perundingan dan ANJURAN dari Disneker setempat.
Setelah keduanya ada, Bapak/Sdr. Membuat Gugatan dengan memulai Tanggal dibuat Surat Gugatan, Tujuan Surat Gugatan yang dalam hal ini Kepada Ketua Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri ......... (Setempat), Isi Gugatan dimulai dari nama dan Alamat Para Pihak, Kronologis Kejadian yang disebut dengan Posita, Dasar /alasan Hukum yang dilanggar oleh Perusahaan sebagai dasar dibuatnya Gugatan, Rincian Hak-Hak yang akan di Gugat, kemudian Tuntutan ( Petitum), dan Tanda Tangan, baru setelah lengkap didaftarkan ke Panitera Pengadilan Hubungan Industrial Pada pengadilan negeri Setempat.
Namun sebelum mendaftarkan Gugatan, apabila yang mengajukan Gugatan Pakai Serikat Pekerja sebagai Kuasa Hukumnya, maka harus terlebih dahulu membuat Surat kuasa kepada pengurus dimana Penggugat yang Nomor 1 (satu) ditanda tangani diats Materai Rp.6.000,- Format Surat Gugatan tidak boleh Jikjak, artinya Penerima Kuasa harus sebelah Kiri, dan Pemeberi Kuasa sebelah Kanan. Contoh Surat Gugatan dan Surat Kuasa dapat dilihat pada Postingan yang lain dalam Blog ini.
Tentang Biaya Perkara, sesuai dengan pasal 58 UU No.2 Tahun 2005 Tentang PPHI menyatakan " Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang beperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) " artinya apabila Jumlah Hak-Hak yang di Gugat Seluruhnya diatas Rp. 150.000.000,- maka biaya Gugatan ditanggung oleh Penggugat yang jumlahnya ditentukan oleh Panitera /Pengadilan berdasarkan ketentuan yang ada ( Didasarkan Jumlah Gugatan, Jarak Penggugat dan Tergugat dari Pengadilan dan sebagainya) BUKAN BIAYA PERKARA YANG AKAN DIBAYAR SEBESAR Rp. 150.000.000,- tetapi Biaya Perkara ditanggung oleh Penggugat apabila jumlah gugatan diats Rp.150.000.000,-.
Contoh : Penggugat Jumlahnya 10 Orang, hak-hak seluruh Penggugat berupa Pesangon, Upah Proses, THR, dan lainnya rata-rata Rp.50.000.000,-/Orang sehingga Jumlah Gugatan sebesar Upah Rp. 500.000.000,- ( Lima Ratus Juta), maka kemungkinan Biaya Perkara Kurang Lebih sebesar Rp. 500.000,- s/d 700.000,- tergantung Jarak Pengadilan ke tempat Penggugat dan Tergugat, karena adanya Biaya Pemberitahuan dan Biaya panggilan sidang.
Sedangkan Bila Jumlah seluruh Gugatan dibawah Rp.150.000.000,- maka seluruh Biaya Perkara ditanggung oleh Negara, artinya Penggugat tidak dikenakan Biaya sampai Proses selesai bahkan sampai Ekseskusi.
Demikian Pak/Sdr. Nando Penjelasannya mudah-mudahan bermanfaat.
Bila ada yang kurang Jelas silahkan ditanyakan lagi dan baiknya disertakan alamat Para Penggugat dan alamat Email beserta kronologis Kejadian guna untuk mempermudah menelaah dan memberikan Penjelasan Hukumnya dan bisa dikirimkan ke alamat Email berikut : a.hadi.munte@gmail.com atau fsppp_riau@yahoo.co.id.
Terima Kasih.
Pak sy mau tny....sy telah bekerja di sebuah restoran jakarta barat dr awal buka/grand opening 13 maret 2014 sy mengundurkan diri sebab perusahaan memotong THR sy yg sy harapkan memotong dr gaji...bukan dr THR...bukankah sy mendapatkan uang penghargaan masa kerja,uang pisah,uang penggantian hak sebelumnya sy sdh tanyakan ke management namun mereka bilang tidak ada uang itu..,,sy bisa somasi mereka kan pak?sy merasa mereka mensia sia kan sy tidak menghargai jasa sy sbg pionir.mohon saran dan penjelasan.trims
BalasHapusYth : Bapak Wahyu SUP
HapusPengunduran Diri yang Bapak buat merupakan Pemutusan Hubungan Kerja sepihak oleh Bapak wahyu sendiri, bukan oleh Perusahaan.
Bila masalahnya adalah Pemotongan THR, yang Bapak harapkan harusnya dari Gaji, maka harusnya yang bapak perselisihkan adalah masalah Pemotongan dari THR tersebut, bukan membuat Surat Pengunduran diri, didalam Pasal 162 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diatur bahwa Pekerja yang mengundurkan diri tidak berhak atas Uang Penghargaan Masa Kerja, namun berhak atas Uang Pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama, bila dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama, belum mengatur Uang Pisah maka Bapak akan sulit menuntut uang Pisah dikarenakan belum ada aturan yang mengaturnya, sehingga Bapak hanya berhak atas Uang Penggantian Hak sebagaimana dimaksud Pasal 156 ayat (4).
Demikian penjelasannya.
Terima Kasih.
KRONOLOGIS PERSELISIHAN :
BalasHapus1. Pak Budi Memiliki SK Pengangkatan sebagai karyawan tetap sejak November 2012 (Saat ini sdh sbg kartap selama 4 tahun tapi kurang dari 5 tahun)
2. Pak Budi mencapai usia pensiun (56 tahun) pada tanggal 1 Desember 2016
3. Saat ini Pak Budi masih bekerja diperusahaan tersebut, pernah ditawarkan pensiun dan dikaryakan kembali sbg karyawan kontrak. NAMUN perusahaan tidak memberikan SK Pensiun dan tidak menerbitkan Kontrak Kerja Waktu tertentu
4. Saat ini pak Budi jatuh sakit dan tidak dapat bekerja kembali demi menjaga kesehatannya agar tidak semakin buruk dikemudian hari
5.Pak Budi sudah mengirimkan surat pertama (7 Juli 2017), isinya : Menerima PHK Pensiun yang pernah ditawarkan oleh perusahaan dan memohon agar diterbitkan SK Pensiun dan diberikan hak-hak pensiunnya – Ada tanda terima dari perusahaan
6. Pak Budi mengirimkan surat kedua (20 Juli 2017), isinya : Kembali menegaskan agar perusahaan dapat memberikan SK Pensiun berikut hak-hak Karyawan dan meminta agar surat kedua ini dibalas. – Ada tanda terima dari perusahaan
7. HRD perusahaan datang kerumah Pak Budi (Tanggal 25 Juli 2017) membawa surat permohonan pengunduruan diri yang harus di ttd oleh Pak Budi, namun pak Budi tidak bersedia menandatanganinya.
PERTANYAAN SAYA :
1. Atas kondisi diatas, mohon arahan Bapak bila saya mau mengajukan laporan kasus ini ke Dinas Ketenaga Kerjaan. Kalau ada contoh surat pengajuan ke dinas bias tolong bantu diinfokan pak?
2. Jumlah hak pensiun dibawah 50 juta, apakah worth it jika dibandingkan dengan ongkos materil dan imateril bila saya mengajukan gugatan ke Disnaker?
Yth : Adek kakak.
HapusLangkah Pertama Pak Budi harus menyampaikan Surat Permintaan Bipartit yang ditujukan kepada Pimpinan Perusahaan, apabila Surat Permintaan Perundingan Bipartit yang pertama tidak ditanggapi dalam waktu 7 (tujuh) hari, maka disampaikan Surat Permintaan Perundingan Bipartit II (Kedua), Format Surat Permintaan Perundingan ada dalam Postingan dalam Blog ini silahkan dilihat pada Postingan lainnya, namun bila surat yang disampaikan tanggal 7 Juli 2017 dan Tanggal 25 Juli 2017 adalah Surat Permintaan Perundingan Bipartit, dan tidak ada tanggapan maka Perundingan Sudah dianggap gagal dan sudah dapat dicatatkan Perselisihannya ke pada Disnaker setempat, tapi bila surat yang telah disampaikan tersebut bukan Permintaan Perundingan Bipartit, maka surat tersebut tidak ada kewajiban Perusahaan untuk menjawab atau untuk menanggapi maupun menindak lanjutinya, karena yang diatur dalam Permenakertrans No. PER.31/MEN/XII/2008 Juncto UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah Surat Permintaan Perundingan Bipartit, dan yang dapat dilanjutkan dicatatkan Perselisihan Hubungan Industrial kepada Disnaker harus ada Upaya Perundingan Bipartit yang gagal atau yang tidak tercapai kesepakatan, contoh Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial kepada Disnaker juga ada pada postingan lain dalam Blog ini.
Biaya Perkara tidak dikenakan dalam beracara di Pengadilan Hubungan Industrial bila jumlah Gugatannya dibawah Rp.150.000.000,- karena seluruhnya ditanggung atau dibebankan kepada Negara.
Demikian Penjelasannya semoga bermanfaat.
Terima Kasih telah berkunjung ke Blog ini.
Saya bekerja di sebuah perusahaan pembiayaan dipalembang dari juni 2015 s/d juni 2017 selama 2 tahin bekerja saya hanya menandatangi kontrak 1 kali (berlaku dari juni - des'15) tidak ada lagi kontrak lanjutan terhadap saya tiap kali saya tanya status karyawan saya menurut atsan saya masih kary.kontrak dan tgl 30 juni 2017 sekiranya jam 21:30 malam saya terima sms dari atasan saya yg isinya bahwa mulai bulan depan (juli) saya tidak bisa bergabung lg diperusahaan trsbt padahal di tanggal trsbt saya sudah mnta izin tidak masuk karena urus istri mau melahirkan.
BalasHapusTgl 3 juli 2017 saya dtg kekntr trsbt menghadap hrd utk menanyakan status saya di perusahaan trsbt tp hrd pun tidak mengetahuinya.
Mohon dibantu mengadukan ke disnaker tentang pemecatan diri saya via sms?
Hak2 apa saja yg bisa saya dapatkan dari phk trsbt?
Jamker saya (bpkb & ijazah) ditahan dan selama saya bekerja hanya menerima gaji sebesar 1,9/bulan (all thp).
Dan juga selama saya bekerja tidak ada fasilitas BPJS kesehatan ataupun tenaga kerja.
Atas bantuan dan jawabannya sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Yth : Dedek Thatdek.
HapusPertama Pekerjaan Bapak/Sdr harus dilihat dari Sifat Pekerjaannya apakah termasuk Pekerjaan yang bersifat tetap atau tidak, apabila Pekerjaan tersebut dijalankan secara terus menerus, atau pekerjaan yang merupakan Proses Produksi Perusahaan, maka tidak dapat dilaksanakan PKWT, dan demi hukum menjadi Karyawan tetap atau PKWTT.
Bila Bapak/Sdr. bekerja dan hanya menanda tangani Perjanjian Kerja Juni-Desember 2015 dan tidak ada lagi Perjanjian Kerja yang dibuat s/d Juni 2017 serta tanpa ada jedah waktu, maka hubungan kerja Bapak/Sdr demi hukum berubah sebagai PKWTT atau Karyawan tetap sejak adanya hubungan kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja melalui SMS, tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan, dan itu merupakan Pelanggaran dapat di adukan kepada Pegawai Pengawas Disnaker setempat, atau dapat perselisihkan sebagai Perselisihan PHK bila Bapak/Sdr ingin mendapatkan Hak Pesangon dan tidak berniat untuk dipekerjakan lagi, namun Pengaduan kepada Pegawai Pengawas Disnaker tidak dapat dilakukan dengan SMS, melainkan harus membuat Surat Pengaduan secara tertulis.
Atau bila mau diperselisihkan harus terlebih dahulu menyampaikan Surat Permintaan Perundingan Bipartit sebagaimana yang ada dalam contoh Postingan lainnya dalam Blog ini.
Demikian Penjelasannya dan Terima kasih.
Selamat sore pak Munte.. Saya domisili di Pekanbaru tapi sekarang saya bekerja di bandung (proyek pembangkit listrik). Mulai bekerja dari tanggal 2 mei 2016 dengan kontrak kkwt 2-5-2016 s/d 1-5-2017. Dokumen kontrak dibuat 2 rangkap masing2 dengan materai 6000. Namun dokumen kontrak yang ditandatangani oleh pihak perusahaan tidak pernah saya terima sampai sekarang. (dengan kata lain, dokumen kontrak tidak pernah ditandatangani pihak perusahaan).
BalasHapusKontrak berikutnya mulai tanggal 2 mei 2017 tidak pernah dibuatkan dan saya tidak memiliki dokumen kontrak tersebut hingga sekarang.
Tanggal 29 November 2017 semua karyawan kontrak dikumpulkan dan diumumkan bahwa berdasarkan surat resmi dari PLN menyatakan bahwa proyek nya di suspen (atau ditunda). Semua diberi kompensasi 2 bulan gaji sesuai kontrak yang pernah dibuat perusahaan (masa kerja karyawan bervariasi : dibawah 1 tahun, kurang 2 tahun, dan lebih dari 2 tahun. Perlakuan dari perusahaan sama untuk semua karyawan.
Dokumen kontrak terdahulu (2-5-2016 s/d 1-5-2017) diserahkan pada tanggal 29 Nov 2017 untuk saya tandatangani untuk selanjutnya diserahkan kepada bagian administrasi. Pihak perushaan beralasan bahwa kantor akan resmi tutup mulai januari 2018.
Saya protes dan mengigatkan manajemen untuk melakukan PHK sesuai dengan UU NO.13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan. Debat terjadi tentang alasan PHK yang digunakan oleh pihak perusahaan. Perusahaan menyatakan bahwa ini adalah kondisi FORCE MAJEURE sebagaimana juga disebutkan dalam kontrak kami tersebut.
Saya beralasan bahwa ini adalah tindakan efisiensi sebagai mana pasal 164 ayat (3).
Mohon pencerahan pak, apakah penundaan pekerjaan oleh si pemberi kerja termasuk FORCE MAJEURE?
Atas bantuan dan jawabannya sebelumnya saya ucapkan terimakasih.
Selamat Sore Juga Pak Zurianto,
BalasHapusYang dimaksud dengan FORCE MAJEUR atau OVERMACHT adalah segala sesuatu keadaan yang memaksa yang diluar kekuasaan dan kemampuan kedua belah pihak yang melakukan Perjanjian atau diluar kemampuan Manusia yang mengakibatkan Perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan, yang bukan atas kemauan kedua belah pihak, misalnya akibat Gempa Bumi, Banjir, Sunami, Kebakaran dan lain lain.
.
Contohnya :
Pak Zurianto membuat suatu Perjanjian dengan Sebuah Perusahaan, dimana dalam Perjanjian tersebut memuat bahwa bapak akan memborong Suatu Pekerjaan sampai dengan selesai sebesar Rp. 700.000.000,- ( Tujuh Ratus Juta Rupiah), namun Pekerjaan Bapak baru dikerjakan Separoh atau sebagian, tiba tiba terjadi Gempa Bumi yang mengakibatkan yang Bapak kerjakan menjadi Hancur dan berantakan atau bahkan Proyeknyapun menjadi rata dengan tanah, padahal Uang bapak dalam mengerjakan yang sebagian tersebut sudah habis banyak, jadi baik Bapak maupun Perusahaan yang memberikan Pekerjaan atau Pemberi Borongan tidak dapat dituntut atas Kerugian Bapak, atau Perusahaan juga tidak bisa mennuntut Bapak atas segala Kerugiannya.
Contoh 2
Pak Zurianto mengadakan Perjanjian dengan Showroom Mobil, dimana dalam Perjanjian tersebut Bapak memberikan uang Muka sebesar Rp. 100.000.000,- dari harga Mobil sebesar Rp. 350.000.000,- dan dalam Perjanjian Bapak akan membayar Cicilannya sebesar Rp. 6.000.000,- Sebulan selama 5 (Lima) Tahun atau 60 bulan, namun pada suatu ketika Bapak bawa Mobil tersebut pada sebuah Mall dan memarkirkannya di tempat Parkir yang telah disediakan dalam Mall tersebut, dan seterusnya Bapak pergi belanja Pakaian, namun saat Bapak belanja ternyata Mall tersebut kebakaran, dan Bapak hanya bisa menyelamatkan diri, sedangkan Mobil tersebut meledak dan hangus terbakar, maka atas kejadian tersebut Bapak tidak bisa dituntut harus melunasi Kreditnya, dan dilain hal Bapak juga tidak bisa meminta ganti rugi atas Uang Muka yang telah Bapak berikan.
Tapi dalam Kasus Pak Zurianto, adalah melakukan PHK sepihak sebelum batas waktu Perjanjian berakhir, maka Perusahaan harus membayar seluruh upah selama sisa Perjanjian Kerja, apabila Pekerjaan tersebut merupakan Objek dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), tetapi bila Pekerjaan tersebut merupakan Bagian dari Proses Produksi atau Pekerjaan yang bersifat tetap, maka Perusahaan wajib memberikan Uang Pesangon.
Jadi FORCE MAJEUR atau OVERMACHT tidak berlaku terhadap Perjanjian yang menyangkut Hubungan Kerja walaupun Perusahaan tersebut Bangkrut atau mengalami Kerugian selagi kerugian tersebut bukan akibat Bencana Alam sebagaimana yang dijelaskan diatas, atau yang diakibatkan oleh yang diluar kemampuan Manusia.
Demikian Penjelasannya, semoga bermanfaat dan dapat membantu.
Terima Kasih.
Selamat pagi Pak,
BalasHapusIngin menanyakan ttg hal di bawah ini :
Saya merupakan karyawan kontrak di perusahaan swasta dengan masa kontrak 6 bulan. Di PKWT tertulis bahwa untuk resign harus pemberitahuan 30 hari sebelumnya dan telah saya tandatangani di atas materai. Tapi baru 2 bulan bekerja, saya ingin mengajukan resign karena saya mendapatkan kesempatan di perusahaan lain. Yang menjadi masalah, perusahaan baru meminta saya untuk bergabung secepatnya. Jadi saya berfikir untuk meninggalkan perusahaan lama ini (mangkir), sebelum 30 hari pemberitahuan.
Yang ingin saya tanyakan adalah :
1. Apa risikonya jika saya meninggalkan perusahaan sebelum one month notice? Dimana ini berarti saya menyalahi pasal yang ada di kontrak.
2. Bagaimana penyelesaiannya jika perusahaan tidak berkenan dg keputusan saya?
Terimakasih.
Selamat Pagi Kembali Ibu Ajeng,
HapusSebelumnya Terima kasih kepada Ibu Ajeng, telah berkunjung kepada Blog ini.
Tentang Pengakhiran Perjanjian Kerja diatur dalam Pasal 61 dan 62 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dimana suatu Perjanjian Kerja berakhir apabila Pekerja Meninggal Dunia, Berakhirnya Jangka Waktu Perjanjian Kerja, adanya Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan Hukum tetap yang menyatakan Putusnya Hubungan Kerja Hubungan Kerja, adanya keadaan atau kejadian yang tidak memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan seperti Gempa Bumi, Masalah Keamanan seperti Perang, Kerusuhan Sosial dan lain-lain yang pada Pokoknya diluar kemampuan dari kedua belah Pihak.
Dan sesuai dengan Pasal 62 UU No.13 Tahun 2003 tersebut menyatakan bahwa " Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja "
Sedangkan didalam Kepmenakertrans No.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT, dalam Pasal 15 ayat (5) menyebutkan " Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT " Sedangkan Bila Pekerja Melakukan Pengakhiran Hubungan Kerja tidak diatur dalam Kepmenakertrans tersebut, dengan demikian yang berlaku adalah Pasal 62 UU No.13 Tahun 2003.
Namun sesuai dengan Pasal 168 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa " Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang
sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri ".
Bahwa Karena didalam Kepmenakertrans tidak mengatur Pengakhiran Hubungan Kerja oleh Pekerja, maka berlaku yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003, yakni Resiko dari Pekerja bila Mengakhiri Hubungan Kerja , akan kehilangan Haknya karena di Kualifikasikan Mengundurkan Diri.
Penyelesaiannya apabila Perusahaan Tidak berkenan dengan Pengakiran Hubungan kerja oleh Ibu, Perusahaan hanya bisa melakukan Gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial untuk Pengakhiran Hubungan Kerja, dengan dasar Pasal 62 UU No.13 Tahun 2003 tersebut diatas dengan meminta Ganti Rugi Empat Bulan Upah (Upah selama Sisa Perjanjian), namun suatu hal yang belum pernah terjadi, dan belum pernah dilakukan oleh Perusahaan, mengingat biaya dan waktu sudah pasti lebih besar dari yang akan digugat, dan bilapun itu yang terjadi suatu hal yang 99% tidak akan dikabulkan oleh Majelis Hakim.
Maka caranya agar tidak ada alasan Perusahaan, Ibu tidak perlu meminta membatalkan Perjanjian, tetapi tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari sudah dikualifikasikan Mengundurkan Diri, dengan demikian tidak Pengusaha bisa masuk atau menggunakan Pasal 62 sebagai dasar PHK, melainkan Pasal 68.
Demikian Pebjelasannya Ibu Ajeng, terima Kasih.
Selamat pagi pak...
BalasHapusSaya ingin menanyakan tenteng PB,yang mana telah di daftarkan dan di saksikan oleh disnaker setempat,tentang pembayaran uang pesangon yang akan di bayarkan paling lambat tgl 1februari 2018.Tapi sampai batas waktu yang telah di sepakati,pihak perusahaan tidak menjalankan apa yang telah di sepakati.
Yang ingin saya tanyakan,tindak lanjut apa yang harus saya lakukan?
Selamat malam Pak Rendi.
BalasHapusPerjanian Bersama sebaiknya dibuat dalam 3 (tiga) Rangkap, 1 (satu) untuk Pihak I (Pengusaha), 1 (satu) untuk Pekerja dan 1 (satu) lagi untuk didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial, dimana Perjanjian Bersama yang ada pada Masing-Masing Pihak dibuat dan ditanda tangani dengan mempunyai kekuatan Hukum yang sama.
Dimana Perjanjian Bersama tersebut menjadi Hukum dan Mengikat bagi yang membuatnya, maka Perjanjian Bersama tersebut harusnya didaftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial, agar apabila Salah Satu Pihak mengingkarinya tidak perlu lagi di Perselisihkan, tetapi dapat langsung meminta Eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial dengan terlebih dahulu menyampaiakan Permohonan Aanmaning.
Bila Perjanjian Bersama tersebut masih ada sama Pak Rendi baiknya didaftarkan saja kepada Pengadilan Hubungan Industrial agar dibuatkan Akta Perjanjian bersamanya, dan selanjutnya bila Pengusaha mengingkarinya Pak Rendi dapat mengajukan Eksekusi tanpa diperselisihkan lagi.
Bila Pak Rendi tidak memiliki Perjanjian Bersama, yang bisa dikarenakan hanya dibuat dalam 1 (satu) Rangkap, maka Pak Rendi harus menyurati dan mendatangi Disnaker setempat agar dapat memfasilitasi Penyelesaian Pembayaran Pesangon tersebut.
Bila Usaha tersebut belum menyelesaiakan hal dimaksud, maka Pak Rendi harus menyampaikan kembali Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial pada Disnaker agar mendapatkan Anjuran, bila permasalahan tersebut sudah terlebih dahulu dilakukan Perundingan Bipartit.
Dengan Anjuran tersebut, dapat di Perselisihkan dengan menyampaikan Gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Demikian Penjelasannya Pak Rendi.
Terima Kasih.
Terimakasih banyak pak sebelumnya..PB sudah di buat 3 rangkap,1 untuk saya,1 untuk perusahaan(bermatrai 6000)serta 1 ada di disnaker setempat.untuk melakukan tuntutan atas pelanggaran PB yg tidak di tepati oleh perusahaan apakah hanya dengan PB yg ada pada saya atau 3 rangkap semuanya,serta saya harus daftarkan tuntutan saya ke mana terlebih dahulu,apakah bisa tuntutan saya di proses lewat kepolisian,mohon maaf sebelumnya,karena saya masih awam soal hukum,terimakasih banyak..
HapusPak Rendi Yth.
BalasHapusPB yang tidak dijalankan oleh Salah Satu Pihak, adalah Pelanggaran atas Perjanjian yang disebut Ingkar Janji ( Wan Prestasi), jadi Murni Hukum Perdata, bukan Unsur Pidana,
Baiknya PB tersebut Bapak Daftarkan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dan setelah didaftarkan nanti akan ada Aktanya yang di berikan oleh Panitera Muda PHI sebagai ganti PB yang bapak daftarkan, namun apabila PB yang ada sama Pak Rendi tidak bermaterai 6000, maka kemungkinan tidak akan dapat dibuatkan Aktanya, maka langkah yang Bapak lakukan mendatangi Disnaker kembali, agar Pihak Pengusaha di Panggil Kembali, dan minta agar PB diberikan Metarai Rp.6000, namun bila PB yg ada sama Pak Rendi juga Bermaterai, maka didaftarkan aja ke PHI, dan kemudian Bapak tunggu dalam waktu 14 Hari Kerja, apabila dalam waktu tersebut tidak juga dijalankan, maka Bapakdapat menyampaikan Permohonan Aanmaning kepada Ketua Pengadilan, Maksud Aaanmaning agar Pengadilan memanggil Pihak Pengusaha dan memperingatkan agar Pihak Pengusaha menjalankan apa yang termuat dalam PB, Pak Rendi juga akan di Panggil bersamaan dengan Pengusahanya, bila setelah Aanmaning juga tidak dijalankan Maka Pak Rendi dapat memintakan ke Pengadilan agar dilakukan Sita Eksekusi, senilai Hak Pak Rendi terhadap Barang-Barang Pengusaha.
Demikian Penjelasannya semoga bermanfaat.
Terimakasih banyak atas penjelasannya pak....
HapusOK, Sama-Sama Pak.
BalasHapusAss. Pak saat ini saya terkait kasus PHK sepihak dari pt.SCG READYMIX INDONESIA.
BalasHapusKarana 8 bulan lalu saya terkena urusan tindak pidana, tapi bukan terkait kasus kerja. saat itu posisi saya karyawan tetap. Di prusahaan tersebut ketika saya menanyakan kejelasan saya kembali lalu prusahaan bilang saya bukan siapa2 lagi di prusahaan ini. Lalu apa yg mesti saya lakukan saat ini? Mohon bantuan nya
Ass. Pak saat ini saya terkait kasus PHK sepihak dari pt.SCG READYMIX INDONESIA.
BalasHapusKarana 8 bulan lalu saya terkena urusan tindak pidana, tapi bukan terkait kasus kerja. saat itu posisi saya karyawan tetap. Di prusahaan tersebut ketika saya menanyakan kejelasan saya kembali lalu prusahaan bilang saya bukan siapa2 lagi di prusahaan ini. Lalu apa yg mesti saya lakukan saat ini? Mohon bantuan nya
Sesuai Pasal 160 ayat (5) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, menyatakan " Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan " dan dalam ayat (6) dinyatakan sebagai berikut " Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial "
HapusJelas dalam Pasal 160 ayat (5) dan ayat (6) tersebut apabila dinyatakan bersalah atas Putusan Pengadilan Pidana, maka Perusahaan dapat melakukan PHK, tanpa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial, artinya walau Saudara melakukan Tindak Pidana tidak berkaitan dengan hubungan kerja dengan Perusahaan, asal dinyatakan bersalah oleh Pengadilan, maka tetap dapat di PHK.
Namun karena kesalahan Tindak Pidana yang dilakukan bukan berhubungan dengan Pekerjaan, atau bukan atas Barang Milik Perusahaan, maka berdasarkan Pasal 160 ayat (7), saudara masih berhak atas Uang Penghargaan Masa kerja, apabila masa kerja Saudara telah memenuhi ketentuan Pasal 156 ayat (3), sebagaimana Pasal 160 ayat (7) tersebut berbunyi sebagai berikut :
" Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4)"
Jadi tidak ada Hukum yang dapat membelanya lagi, karena dapat di PHK walau tanpa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial, jadi yang mesti dilakukan adalah meminta Uang Penghargaan Masa Kerja kepada Perusahaan bila masa kerjanya telah memenuhi 3 (tiga) Tahun lebih.
Demikian Penjelasannya, Terima Kasih telah berkunjung ke Blog ini.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus[13/11 23.56] Saya J. Tarigan ingin menanyakan tentang keabsahan PKB secara hukum jika isi dari PKB tersebut tidak sesuai denan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
BalasHapusNOMOR 13 TAHUN 2003. Pada psl 155 ayat 3 tentang skorsing. Didalam UU tsb dibunyikan bahwa perusahaan wajib membayarkan hak pekerja sebagaimana biasanya sebelum skorsing diberikan sampai adanya penetapan dari PHI. Hak pekerja diberikan tanpa ada batasan waktu, sedangkan di PKB dibunyikan bawa perusahaan hanya membayarkan hak pekerja maximal selama 8 bulan kalender terhitung sejak tanggal sidang pertama di PHI. Pada Psl 156 tentang Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak diberikandkepda pekerja yg di PHK tanpa melihat apa penyebab terjadinya PHK sedangkan di PKB dibuat perbedaan perlakuan untuk masing masing penyebab terjadinya Phk. Pada psl 161 tentang pemberian Surat Peringatan ke 1, 2 dan 3 kepada pekerja yg di PHK . Pada PKB Hal ini tidak dijalankan oleh perusahaan.
Atas keadaan ini bagaimana keabsahan PKB yg ada di perusahan tempat saya bekerja, apakah PKB tersebut BATAL DEMI HUKUM atau bagaimana?
Atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih
[14/11 00.18]
Pada Pokoknya setiap isi PKB yang lebih rendah Nilainya dari Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka isi PKB yang lebih rendah tersebut " Batal Demi Hukum " dan yang berlaku adalah yang diatur dalam Perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 124 ayat (2) dan Ayat (3) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
HapusNamun dalam Pengertian Bapak/Saudara terhadap Pasal 156 UU No.13 Tahun 2003 tersebut, adalah Pengertian yang keliru, karena Pasal 156 tersebut hanya mengatur Jumlah Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak bagi Pekerja yang berhak mendapatkannya berdasarkan Masa Kerja, bukan mengatur tentang hal-hal yang menyangkut Kesalahan atau Permasalahan Pekerja yang berhak mendapatkan Uang Pesangon.
Karena tentang Permasalahan ada atau tidaknya Hak Pekerja atas Uang Pesangan, Uang Penghargaan Masa Kerja dan uang Penggantian hak, diatur dalam Pasal 158 sampai Pasal 172 UU No.13 Tahun 2003 tersebut.
Min jika kita sudah menang dan di nyatakan perusahaan bayar tapi perusahaan tidak mau bayar apakah ada biaya lagi untuk permohonan sita aset.???
BalasHapusKalau sudah ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan Hukum Tetap, namun Pengadilan tidak bersedia melakukan Pembayaran atau ( Eksekusi dengan Suka Rela) maka yang harus bapak lakukan adalah meminta Ekseskusi secara Paksa melalui Pengadilan Tingkat Pertama yang memutus Perkara tersebut, dengan terlebih dahulu menyampaikan Surat Permohonan Aanmaning 1 dan Aanmaning 2, baru apabila dalam Pertemuan Aanmaning yang dilakukan Ketua Pengadilan, tetap Perusahaan tidak mau membayar, maka dilanjutkan Permohonan Sita Eksekusi.
HapusTentang Biaya, sesuai dengan Pasal 58 UU No.2 Tahun 2004 Tentang PPHI, telah mengatur bahwa :
" Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ".
Maka apabila nilai Gugatannya dibawah Rp.150 Juta, maka sampai Biaya Eksekusi dibebankan Pada Negara.
Demikian jawabannya Pak, terima kasih telah berkunjung ke Blog ini.
Kpd bapak yg terhormat...saya masih awam akan organisasi tapi saya mau coba belajar.jadi perusahaan tempat saya bekerja mw melakukan perundinga pkb baru...tapi saya mau melawan mengganti dengan yg baru. tentang uang pisah,krna pkb skrang 3 th kerja resign 300 ribu kelipatan selanjutnya per 3 th tambah 150 ribu...uu sebenernya itu yg benar kaya gmna sih pak?cara jitu untuk negosiasikan spya setara dengan uu klo bisa melebihi uu pkb nya.apa yg harus saya lakukan dan yg saya bahas untuk pegangan nego
BalasHapusSaya anggota serikat spsi juga....Bekasi(butuh pencerahan nya ya pak)thx
BalasHapusTentang Uang Pisah, tidak ada Peraturan Perundang-Undangan yang mengaturnya, karena sesuai dengan Pasal 162 ayat (2) menyatakan " Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) DIBERIKAN UANG PISAH YANG BESARNYA DAN PELAKSANAANNYA DIATUR DALAM Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
HapusTentu apabila diatur dalam PKB, maka Uang Pisah tersebut dirundingkan antara Serikat Pekerja dengan Pengusaha, berapa jumlah atau tentang Besarannya itu terpulang sejauh mana kemampuan dan Pengalaman Tim Perunding masing masing Pihak dalam bernegoisasi dan berkomunikasi, tak ada yang mengatur tentang jumlahnya, artinya berapapun di perbolehkan asal ada kata sepakat.
Pak... saya mau tanya sesuatu..
BalasHapusJadi gini pak,, saya bekerja di PT Kereta Api Indonesia per 1 September 2012, dan di tempatkan di Daop4 Semarang dg tempat kerja di Daerah Kota Tegal tempatnya di BALAY YASA TEGAL.
6tahun bekerja hubungan dan aktifitas saya normal2 saja, sampai pd akhirnya pada tanggal 9 Juni 2018 saya melakukan tindak pidana (PKDRT dengan pelapor Istri sah saya beserta kedua Mertua saya)
Sampaii akhirnya pd tanggal 25 Oktober 2018 saya masuk Bui dg hukuman penjara selama 3bln.
Selepas saya keluar, saya mencoba kembali ke pekerjaan saya tp kemudian di istirahatkan sampai tanggal 4 Februari 2019. Pada tanggal 5 Februari 2019 saya ditlp oleh SDM tmpt sy bekerja untuk penanda tanganan surat pemecatan (PHK) atas nama saya.
Yang saya tanyakan..
1.Apabila pada proses PHK yg saya terima tidak sesuai dengan isi PKB (Perjanjian Kerja Bersama) apa saya harus menandatangani surat PHK itu?
2. Dalam hukum PKB yg ditujukan ke saya itu diambil dari periode PKB thn 2017-2019, tapi pengambilan keputusan PHK diambil dr PKB tahun 2015-2017
3.Sesuai PKB yg Saya dan Serikat Pekerja Kereta Api pelajari, byk sekali yg tidak sesuai dr isi PKB terutama dlm segi kewajiban Perusahaan yg harus dipenuhi, misal dari tunjangan anak,istri yg di PKB harus dibayarkan sebesar 35% dari gaji selama 6bln itu tidak ada uang yg masuk. Lalu proses PHK saya juga para Serikat Pekerja tidak diberitahu bahwa ada anggota yg akan di PHK, pdhl disitu tertulis jelas jika harus terjadi PHK maka perusahaan wajib mediasi dg Serikat Pekerja terkait akan di PHK-nya salah satu anggota SP.
MOHON JAWABANYA PAK.. Saya dg Istri sampai saat ini masih hidup bersama.
Mohon Maaf Atas Keterlambatan untuk memberikan jawabannya, maklum akhir-akhir ini banyak kesibukan.
HapusPermasalahan yang Bapak Sampaikan, itu berawal dari perbuatan tindak pidana yang telah ada putusan Pengadilan. Maka Permasalahan tersebut DAPAT ( Boleh dilakukan boleh juga Tidak, tergantung Pertimbangan Perusahaan) dilakukan oleh Perusahaan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Bapak berdasarkan Pasal 160 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut :
( Ayat 1 ), Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya, dan dalam (Ayat 5,6 dan 7 ) diatur sebagai berikut :
5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/ buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Berdasarkan Pasal 160 ayat (5) Tersebut sangat jelas dinyatakan " PEKERJA DINYATAKAN BERSALAH " terlepas berapapun hukumannya yang dijatuhkan Majelis Hakim dd dalam putusannya, yang penting dinyatakan bersalah, maka Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja, dengan memberikan Hak Pekerja sebagaimana diatur dalam ayat (7).
Dalam hal didalam PKB telah mengatur adanya Pengecualian terhadap Tindak Pidana yang dilakukan, dan Pengecualian tersebut termasuk Kekerasan Rumah Tangga, yang mungkin dianggap menjadi urusan Pribadi yang bersifat Privat, maka yang berlaku adalah yang diatur dalam PKB, berdasarkan Asas Hukum " Lex Specialis de Rogat Lex Generalis " denga maksud Aturan yang Khusus ( PKB) mengesampingkan Aturan yang berlaku Umum ( UU No.13 Tahun 2003).
Namun bila tidak diatur secara Khusus dalam PKB, maka yang berlaku adalah Pasal 160 ayat (1), (5), (6) dan ayat (7) UU No.13 Tahun 2003.
Demikian jawabannya Pak.
Saya mau bertanya Pak? Bagaimana selanjutnya langkah kami bila pegawai pengawasan tidak memberikan nota periksaan & nota penetapan tertulis Tentang adanya pelanggaran di tempat Perusahaan kami, yg tidak memberikan Surat Pengangkatan atau disebut SK, & tidak ada kejelasan tentang status hubungan kerja kami, apakah kami karyawan tetap?. Dan Kami susah menjalankan jalur penyelesaian melalui Bipartit, Pihak perusahaan susah sepakat untuk membuat & memberikan Surat Pengangkatan yg disebut SK. TPI nyatanya pihak perusahaan melanggar perjanjian risalah Bipartit yg kami sepakati, dan kami sudah membuat surat Pertama (1) & Kedua (2) untuk ke Dinas Pengawasan untuk menindak perusahaan kami yg tidak memberikan Hak kami ( SK ), Jadi Pertanyaan Saya? Bagaimana langkah selanjutnya bila Dinas Pengawasan Tidak merespon surat Kami untuk mengeluarkan Nota Pemeriksaan & Nota Penetapan yg sudah jelas Pihak perusahaan melanggar??? Terimakasih.
HapusPerjanjian beda dengan Risalah Pak, tapi bila Sudah Ada Perjanjian Bersama yang telah ditanda tangani dan disepakati Bersama, maka Perjanjian Bersama tersebut didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial, agar dapat dimintakan Eksekusi bila Perusahaan tidak menjalankan isi Perjanjian Bersama, Isi Perjanjian Bersama yang tidak dijalankan oleh Salah Satu Pihak merupkan Perbuatan Wan Prestasi atau Ingkar Janji, bukan Ranah Pelanggaran atau bukan kewenangan dari Pengawasan, tetapi Perselisihan yang dapat ditindak lanjuti sebagai Perselisihan Hak.
HapusAssalammualaikum...
BalasHapusIzin pak... Saya 7 tahun bekerja 2012 sampai 1juli 2019 sebagai BHL dengan bagian pekerjaan penunjang, Tank farm, Boiler dan kapal,
Selama 7 tahun bekerja saya merasa tidak ada dibuatkan perjanjian kerja, pada tanggal 1 juli dikeluarkan lah Perjanjian kerja baru dengan dalih peralihan. Disitu saya menolak menandatangani karena saya merasa tidak sesuai dengan apa yg sepantasnya, karena isi perjanjian itu saya dikontrak PKWT per 1 tahun, tanpa hak saya dikeluarkan terlebih dahulu yang 7 tahun bekerja ini. Karena saya menolak menandatangi perjanjian tsb saya dipecat sepihak oleh perusahaan. Tanpa hak dan kepetingan saya di bayarkan.
Izin balas ke email saya juga pak.... Bambangsetiono.dmi@gmail.com
Saya mengharapkan Panji2 keadilan ini bisa Bangkit untuk membasmi Perusahaan2 yang bertidak semaunya dan seenaknya.
Terima kasih.
Selamat siang pak,
BalasHapusSaya dan teman kena PHK, sudah mediasi dan tidak ada kesepakatan. Dari Disnaker sudah diberi surat anjuran untuk ke pengadilan. Dan kami bersama advokat tgl 9 Januari 2020 sudah mendaftar ke pengadilan. Kira kira brapa lama menunggu untuk mengetahui jadwal sidang?? Terima kasih sebelumnya pak.
Maaf Pak, karena Bapak telah memberikan Kuasanya ke Advokat, sebaiknya ditanyakan saja pada Kuasa Hukumnya,
HapusMohon bantuannya pak.
BalasHapusSaya ada teman yang dahulunya bekerja disalah satu perusahaan namu teman saya tersebut dimutasikan ke perusahaan lain tetapi dalam satu grup. Awalnya dia bekerja di perusahaan A lalu dimutasikan ke perusahaan B, mutasi tersebut diterima oleh teman saya, di dalam surat mutasi tersebut dicantumkan tentang peralihan hak dan tanggung jawab ke perusahaan B, namun setelah dia bekerja di perusahaan B, pihak perusahaan B tidak melakukan perjanjian kerja terhadap teman saya, dan masalah pralihan hak tidak ada tanggapan terhadap perusahaan B tersebut, apakah perusahaan B tersebut menerima tentang peralihan hak nya.
Beberapa bulan berlalu teman saya dimutasikan kembali oleh Perusahaan B ke perusahaan A, mutasi tersebut di tolak oleh teman saya, dikarenakan didalam mutasi tersebut tidak menyatakan tentang hak teman saya sehingga terjadilah perselisihan dengan teman saya.
Dikarenakan teman saya semenjak bekerja di perusahaan B tidak ada surat perjanjian kerja maka dia melakukan perundingan biparti ke perusahaan A, didalam bipartit tersebut dihadiri juga oleh direktur dari perusahaan B. Hingga perkara tersebut diajukan kedinas tenaga kerja. Didalam mediasi tersebut pihak perusahaan A menyatakan bahwa perusahaan B menerima tentang peralihan hak mutasi tersebut, yang hadir di dalam mediasi tersebut adalah personalian perusahaan A merangkap juga personalia di perusahaan B.
Pada mediasi tersebut teman saya menolak untuk dimutasikan kembali ke dari perusahaan B ke perusahaan A, namun akibat penolkan tersebut pihak perusahaan A memberikan surat panggilan sampai 2 kali, teman saya tetap tidak mengindahkan. Mka didalam ajuran disnaker membuat anjuran menghukum Perusahaan B membayar pesangon keteman saya dikali 2, dengan pertimbangan surat pemanggilan dari perusahaan A tersebut tidak memiliki legal standing yang jelas karna terhadap penolakan tersebut harusnya yang memberikan peringatan dari perusahaan B terkait penolakan tersebut. Bukan dari perusahaan A.
Terhadap hal tersebut apakah perlu dilakukan perundingan biparti kembalai ke perusahaan B, dikarenakan sebelumnya bipartit diajukan ke perusahaan A diakrenakan awalnya perusahaan B tidak menyatakan kesedian terhadap peralihan hak, dan teman saya tidak ada perjanjian kerja yang baru di perusahaan B?
Bagaimana dengan ajuran disnaker tersebut yang menghukum perusahaan B untk membayar pesangonnya?
Mohon bantuannya. Kami ucapkan terimakasih
Perjanjian Kerja dapat dibuat secara lisan dan Tertulis, dengan tidak dibuatnya Perjanjian dengan Perusahaan B maka sudah terjadi Perjanjian secara lisan apabila telah terjadi Hubungan Kerja, maka segala hak dan kewajiban yang timbul dari PT.A akan beralih kepada PT.B.
HapusPerundingan Bipartit merupakan Bagian yang tidak Terpisahkan dari Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, tanpa didahului Perundingan Bipartit maka Perundingan Mediasi tidak bisa dilakukan, sebaliknya Perundingan tanpa Perundingan Mediasi Maka Pengajuan Gugatan Tidak dapat dilakukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Bila Anjuran tersebut dijadikan sebagai Dasar dalam melakukan Gugatan, maka Pihak lawan dapat menjadikannya sebagai Dasar Eksepsi yang menyebabkan Gugatan Tidak Dapat Diterima /NO ( Niet ontvanklijkverklaard), karena tidak didahului dengan Perundingan Bipartit, dengan demikian Permasalahan akan kembali kepada Awal yakni Perundingan Bipartit. Yang perlu di ingat didalam Pasal 57 UU No.2 Tahun 2004 Tentang PHI bahwa Hukum Acara yang berlaku didalam PHI adalah Hukum Acara Perdata sebagaimana yang berlaku pada Peradilan Umum kecuali diatur secara khusus didalam UU No.2 Tersebut, oleh karenanya Selain Eksepsi mengenai Kewenangan Pengadilan ( Kompetensi Absolut dan Relatif ) maka Eksepsi lainnya akan diputus bersamaan dengan Pokok Perkara, maka yang harusnya sudah Putus akhirnya akan kembali kepada Perundingan Biparit apa bila Majelis Hakim Menerima Eksepsi Lawan mengenai tidak adanya Perundingan Bipartit. Maka saran saya harus diulangi lagi dengan Perundingan Bipartit dengan PT.B.
Siang Bang,
BalasHapusdimasa pandemi ini, kami memiliki masalah bahwa gaji belum ada kejelasa dibayar atau tidak apalagi THR. apa yang bisa kami lakukan untuk ke perusahaan. mereka mengatakan bahwa kalian tidak bekerja untuk bulan ini saat kami menanyakan perihal gaji.
Salam,
Upah dan THR merupakan Hal yang dilindungi dan apabila terjadi Upah Kurang Bayar atau Upah tidak dibayar maka ada Sanksinya, oleh Karenanya Masalah tersebut merupakan kewenangan Bidang Pengawasan Dinas Tenagakerja. Maka sampaikan Pengaduan kepada Pengawas Tenagakerja setempat. Bukan Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial, tetapi Pengaduan kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Disnaker setempat.
Hapus